Salahsatu ciri khas kehidupan di pondok pesantren adalah kemandirian santri, sebagai subjek yang memperdalam ilmu keagamaan di pondok pesantren. Kemandirian tersebut koheren dengan tujuan pendidikan nasional. Pada Undang-Undang RI No. 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 disebutkan bahwa : Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

Kumpulan puisi tentang Santri, untuk memperingati hari Santri Nasional. Menyambut hari Santri, puisi-puisi yang diterbitkan adalah puisi Santri menyentuh hati atau puisi bertema Santri dan kata kata santri dalam bentuk puisi yang berkisah tentang kehidupan santri dan seluk beluk seorang Santri atau seseorang yang mengikuti pendidikan agama Islam di umumnya Santri adalah orang yang mengerti Ilmu agama Islam karena mereka belajar dan mendalami agama Islam di pondok pesantren sampai mereka lulus. Sebagaimana pengertian Santri menurut bahasa, santri berasal dari bahasa Sanskerta, "shastri" yang memiliki akar kata yang sama dengan kata sastra yang berarti kitab suci, agama dan berkaitan dengan menyambut peringatan hari Santri 22 Oktober berikut adalah susunan daftar judul kumpulan puisi tema santri atau puisi tentang hari Santri Nasional yang dipublikasikan diantaranyaSekitar sepuluh judul contoh puisi bertema santri atau puisi tentang hari santri yang berkisah tentang kehidupan Santri yang ditulis oleh anak anak santri atau anak yang menuntut Ilmu di Puisi Tentang Santri Puisi Untuk Memperingati Hari Santri NasionalBerpedoman pada berbagai sumber, Kata santri memiliki makna dan filosofi, jadi filosofi santri adalah berasal dari kata Sun yang artinya matahari. Dan Three yang artinya tiga. Jadi bila disimpulkan, kata santri maknanya adalah tiga dengan kata kata santri dalam bentuk puisi berikut adalah kumpulan puisi berjudul santri atau puisi bertema santri, yang dilansir dari berbagai sumber, bagaimana kata kata puisi untuk santri, untuk lebih jelasnya disimak saja berikut, diawali dari puisi pesantrenku1. PESANTRENKUOleh Maryani Abdul belum usaiDari rahimmu lahir pencerah" negeriDari dirimu terpancar sinar" IlahiDari dirimu kemanusiaan dan ketuhanan, melebur menjadi sosok-sosok panutanKau bak mata air bening yang mengalirkan hidayah dan pencerahan Ilahi yang tak bertepiPesantrenku,Islam kau Indonesiakan, Indonesia kau pancasilakan, Pancasila kau IslamkanJiwaragamu merah putih, semangat mu Allahu AkbarKau benar" IndonesiaPesantrenkuKeragaman Indonesia kau mulyakanJatidiri bangsa kau bela hingga akhir nafasmuIslam Indonesia kau bahanakanMenggelegar kepelosok nusantaraMenggema disaantero negeriPesantrenkuKau takpernah silau, tak pernah tertipu oleh tawaran kebahagiaan sunyiDari sampah" simbolisme visualYang tecerabut dari akar realitas yang meninabobokanKau istiqomah memilih kesederhanaanKesederhanaan haqiqi yang membahagiakanKebahagiaan yang diridhoi oleh yang maha sederhanaPesantrenkuAir mata benih itu terus mengalir mencerahkan, mencahayakan hakekat kearifanKau penjaga gawang nasionalisme negeri iniKau perawat budaya luhur bangsa iniKau pembimbing suci keimanan umat iniKau tak goyah dihempas badai globalisasiTak tergilas arus modernisasiTak lekang oleh panasTak lapuk oleh hujanKarena ayat-ayat suci sunah nabi selalu menjadi tarikanNafas to list title ↑ puisi Tentang Hari Santri ↑2. PUISI TENTANG SANTRIBagian kedua puisi puisi hari santri atau kata kata santri dalam bentuk bait puisi adalah puisi tentang santri atau contoh puisi tentang santri, bagaimana kata kata santri dalam bait puisi ini, selengkapnya disimak saja contoh puisi anak santri dibawah Santrioleh Noura RamadhanySederhana jiwakuSederhana pula ragakuCahaya terpancar di wajahkuFardu dan taqwa menghampirikuBanyak kawan dan kerabatSuka dan duka sarat tersiratKasih dan sayang ku rawatTerbentuk insan mandiri dan kuatDoa semangatkuKarib pelipur duka laraGuru lentera bahteraKuraih sinar di muka pintu-Santriwati kelas V TMI Darunnajah-IKHLASNYA MENJADI SANTRIKarya Soni KurniawanDisaat aku terlelap di malam hariYang berada dikamarYang beralaskan sebuah karpetAku ikhlas menerima apa adanyaDemi ilmu dan barokahAgar aku menjadi orang yang bergunaWalaupun aku merindukan orang tuaWalaupun aku rindu rumahAku tidak boleh putus asaAku harus kuat dan ikhlas menghadapi cobaan iniYa Allah…Berikanlah saya kekuatan dan keikhlasanUntuk mondok walaupun saya merindukan ayah dan ibuSaya ikhlasPuisi SantriOleh NNSantri...Hidupmu berselimut sepiDirimu terbelenggu di penjara suciDan diammu selalu penuh artiKarena hatimu selalu terpaut dengan Sang IlahiSantri....Kau pegang sunnah NabiSetiap hari kau baca kitab suciHidupmu selalu kau gunakan untuk ngaji.3. Puisi Tentang Hari SantriOleh NNJumat, harinya santriMereka libur tak mengajiBerbondong-bondong ke pasarNaik becak lalu lupa tak membayarKini ada hari santri selain jumatDirayakan oleh ratusan bahkan ribuan umatDi Negeri IndonesiaDiresmikan oleh Bapak Presiden dan seluruh pejabatDi Negeri IndonesiaDua puluh dua OktoberAdalah satu dari sekian saksiPerjuangan para santriMewujudkan impian negeriBack to list title ↑ puisi Tentang Hari Santri ↑4. PUISI SANTRI UNTUK NEGERIKebanggaan tersendiri untuk para santri yang telah berjuang untuk Indonesia ataupun para santri yang sedang menuntut ilmu di pondok pesantren atau para alumni-alumni pondok bangga menjadi santri karena menjadi santri mempunyai ciri khas sendiri untuk memperjuangkan agama yang telah mereka anut Untuk negeri. dan berikut adalah puisi anak santri dalam deretan bait bait puisi Santri untuk dan Bela NegaraOleh NNMelalui sejarah bangsa Indonesiakita melihat begitu banyak yang berperandalam merebut kemerdekaanSebuah peristiwa heroiktelah terjadi di negeri iniPada tanggal 22 Oktober 1945Resolusi Jihad digelorakan oleh Hasyim AsyariBersama dengan alim ulama, santri dan masyarakat SurabayaPekik takbir berkumandangmemenuhi angkasaPenjajahan harus dienyahkandan dimusnahkan dari bumi nusantaraDan puluhan tahun setelah itubangsa ini mengenang peristiwa penting tersebutdengan menandai tanggal tersebutsebagai Hari Santri NasionalRayakannamun ingatlah sejarahpeperangan antara hidup dan matipernah terjadi pada hari ituBack to list title ↑ puisi Tentang Hari Santri ↑5. PUISI SANTRI SEDIHSantri juga manusia bisa sama hal dengan orang kebanyakan punya hati dan perasaan, terkadang juga kesedihan menghampiri bagaimana tidak mereka jauh dari orang-orang yang mereka sayangi seperti ayah dan ibu, demi menuntut ilmu berikut ini adalah puisi santri menyentuh hati atau puisi santri sedih dan kata kata puisi tentang santri sedih yang ditulis anak anak santri silahkan disimak saja berikut SEORANG SANTRIOleh Ibnu Hamzah MaulanaKala hujan tak kunjung redaJutaan kata yang terukirDalam buku lapuk nan usangKala gelap tak kunjung terangBerbaur sunyi dan rindu yang mencekamAdakah lentera dan jalan untuk keluar?Tapi, senja ini penuh dengan seriLembayung merah mengusir semua rasa hampaDalam sujud ku berdo’aSetiap harapanSetiap dambaanYang ada dalam lubuk hatikuMenjadi sebuah kenyataanAtas usaha yang telah aku kerjakanMenyongsong mimpi..Pergi dari nestapa jiwa dan ragaTertatih-tatih ku melangkahTapi dalam naluri sebagai santriBergelora semangat juang yang tak pernah laraDi pojok sana ku menatap masa laluMasa lalu yang penu dengan teriakan seruling syetanTidak lagi..Tidak lagi kuikuti rayuan syetan durjanaSetiap do'a kutersungkurYaa ALLAH…Turunkanlah tafsir mimpi tentang siksaAgar hamba takut akan dosaYaa ALLAH…Mudahkanlah hamba dalam menyingkap rahasiaTentang apa itu bahagiaYaa ALLAH...Berikanlah hamba keluasan ilmu laksana samudraBerikanlah hamba gelar anak shaleh agar hamba bisa membahagiakan orang tuaYaa ALLAH…Bantulah hamba mengepakkan sayapMenuju singgasana muliaKali ini…Kali ini waktunya aku untuk meloncat menjulang tinggiMenyentuh lagit menggapai citaPeradaban akan aku genggam dalam kepalan tanganBack to list title ↑ puisi Tentang Hari Santri ↑6. PUISI TENTANG KEHIDUPAN SANTRISelanjutnya puisi untuk santri adalah puisi tentang kehidupan santri, Tentu kehidupan pada umumnya tidaklah sama dengan kehidupan Santri, karena mereka memiliki aturan tersendiriHal ini karena Lingkungan pesantren kental dengan kedisiplinan ketawadduan dan keikhlasan dalam berbagai dinamika dan latih untuk selalu mandiri. dan berikut adalah puisi tema kehidupan santri atau puisi tentang kehidupan Tempat IniOleh NAFISBerhektar-hektar ditanah sawah perbukitanBerderet-deret kamar juga bangunan-bangunan besarDisepanjang jalan,dihalaman-halaman teduh pepohonanPohon-pohon jati menjadi pondasiAngin berhembus daun-daun tebu mengusik sunyiDitengah malam terdengar tangis tertahanRiuh lantunan Al-qur’an saat fajar menjelangPagi,siang,sore,malam sepoi angin berbaur sya’ir-sya’iranDiwaktu tertentu azan dikumandangkanTerkadang jeritan dipersawahan menyuarakan bebanDitempat ini para orang tua menitipkan anaknyaDitempat ini anak-anak remaja dengan tingkah polahnyaDitempat ini orang-orang dewÊŒsa menahan hasratnyaDitempat iniTempatnya anak-anak yang terbuang,demi indahnya masa depanHanya untuk meraih ridlo SUCIOleh mulai merangkak di ujung penglihatanKetika sang dara datang menapak jalan kayanganKetika pula ia termangu dalam ketidakpastianJalan di hadapan masih sangatlah panjangTak terasa air matanya jatuhLangkahnya tersudut lalu tersimpuhMeratapi warna jingga disana yang selalu puitisMenggumam dalam, mendikte kalbunya yang memiris“Ini aku yang menyebut Nama-Mu”dalam iba senja menjelang hening malamIa sang perindu yang tersyairKaryanya syahdu dalam lantunan syair malamDialah sang pujangga yang terlemparRapat terkurung dalam keterasinganDiantara tembok-tembok batu yang mengekangMenggumam dalam, dalam penjara suci“Inilah aku yang menyebut Nama-Mu”memenjara dalam pesona senja-Mu yang puitisIa pinjam tinta jingga catatan-catatan senjaDari jernihnya hati sang pendo’aIa bagi syair-syairnya sepenuh jiwaBiar siang dan senja ini ikut merenunginyaMengekang nafsu dalam tembok-tembok batuWahai segala pujanggaDengarlah gelora senandung dalam hatinyaYang terlukis dari senja yang menjauhMembulatkan tekadnya yang mulai rapuhMenggumam dalam, dalam senandung do’a“Wahai segala pujangga”“Kutitipkan syair rinduku yang menggema”“Akan kuambil kembali esok hari”“Saat terbuka dinding-dinding batu ini”“Inilah aku yang menyebut Nama-Mu”memenjara dalam pesona senja-Mu yang puitisBulat tekadnya untuk berhijrah“Bismillahi tawakkaltu alallahLaa haula wala quwwata illa billah. to list title ↑ puisi Tentang Hari Santri ↑7. PUISI SANTRI SALAFIKarya Seleding Tentaqleapalah daya saya hanya seorang santri…Tiap harinya hanya ibadah belajar dan mengajiBukan anak yang selalu mengumbar ketenaran diriBukan pula anak yang tenar dikalangan kaum ukhtidan Bukan juga anak yang sok alim dengan kajian Kajian kitab islamiSaya hanyalah seorang santriyang setiap harinya hidup mandiriDan menjalankan semua perintah illahiBukan anak yang hidup dengan kemewahan duniawikarna saya tahu semua itu hanya titipan ilahiSaya hanyalah seorang santriyng ketinggalan zaman modern masa kiniDengan pengetahuan yang minim tentang ilmu teknolgiDan tidak tahu tentang media sosial yang digemari para muda mudi saat iniSaya hanyalah seorang santriYang tiap harinya update ibadah pada sang illahiDan mengisi kekosongan dengan mengajiBukan anak yang slalu update Dimedia tentang kejadian yang dialamiInilah saya yang mempunyai predikat santriYang belajar kajian kajian islami dipondok salafiDemi menjadi insan yang sejati dan bermanfaat dikemudian hariSemoga kami semua diakui oleh guru-guru kami kelak diakhirat nantiamiin….Demikianlah Kumpulan Puisi Tentang Santri atau Puisi Untuk Memperingati Hari Santri Nasional, baca juga puisi-puisi untuk santri yang lain diblog puisi dan kata bijak ini, semoga kumpulan puisi bertema santri yang ditulis anak santri diatas dapat menghibur dan bermanfaat.

FilmPesantren adalah usaha untuk mencari tahu tentang hal itu, tentang bagaimana kehidupan para santri di pesantren melalui kisah dua santri dan guru muda di Pondok Kebon Jambu Al-Islamy, sebuah pesantren terbesar dengan 2000 santri di Cirebon, Jawa Barat. Pondok pesantren ini adalah pesantren tradisional pada umumnya, tetapi istimewa karena
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. "bangun Ful bangun..!!!"dalam bahasa Jawa, suara laki-laki membangunkan ku, kubuka mata ini melihat jam yang menempel di dinding, diambang dengan kebingungan pikiran ini karena jam menunjukan Pukul tiga dini hari, "ayuh mangkat pondok" kata laki-laki di sampingku yang tidak lain adalah kakakku, sontak aku bangun "khakh" kataku dengan wajah bingung "ayuh mangkat mondok" ulangnya lagi dengan bahasa ngapak, tanpa kata yang keluar aku duduk di atas ranjang dengan wajah polos, tidak ada ombak dan ombak tiba-tiba tepat jam tiga dini hari aku di bangunkan untuk berangkat ini terjadi setelah dua minggu hari raya idhul fitri dimana aku telah lulus sekolah menengah pertama di MTs Nahdlatut Talamidz, Tambak, Banyumas. Rencana untuk melanjutkan ke pondok pesantren memang sudah tertanam dalam diriku sejak masih menempati bangku sekolah dasar, "baju-baju yang mau dibawa disiapkan seperlunya aja " saut perempuan disampingnya, setelah ibuku mengatakan itu dengan langkah beratku menuju lemari tempatku menyimpan baju-bajuku, setelah semua di siapkan kakakku langsung menuju ke depan rumah dimana terdapat sepeda motor yang akan menjadi teman selama kami ndrennndrenn bunyi sepeda motor yang tandanya aku harus segera menaikinya, bergegas aku berpamitan dengan bapak ibu dan yang pasti untuk meminta do'a, selain do'a yang tidak kalah penting adalah bekal entah berupa nasehat maupun bekal lembaran yang di gunakan dalam kelangsungan hidup di pondok, tangisan bapak ibu yang membuatku juga ikut meneteskan air mata, kesedihan orang tua yang melihat anak terambang kebingungan dimana belum pernah berpisah dengan orang tua dan orang tua yang melihat anaknya dimana harus dibangunkan jam tiga dini hari. setalah berpamitan dengan orang tua aku langsung menuju sepeda motor dan menaikinya, hanya ada rasa pasrah dan terdiam di atas motor yang di kendarai kakakku, dua jam perjalan kakakku keluar dari jalan raya dan membelokkan ke arang gang kecil dalam pikiranku apakah aku akan di pondokan disini yang posisi jalan tersebut mengarah ke pondok Trosobo, Kebumen, setelah melewati gang-gang sampailah di depan pondok "istirahat sini dulu Ful" kata kakakku setelan turun dari motor, oh ya lupa Ful itu namaku ya "Ariful", loh-loh berpikir lagi dalam otakku, dengan begitu tujuan ke pondok ini hanya untuk istirahat? iya emang di pondok ini ada tetanggaku yang sedang tabarrukan sambil berpikir langkah kaki juga terus bergerak mengikuti kakakku yang akan menuju kamar tetanggaku itu, setelah melewati lorong-lorong kamar sampailah di kamar yang bertuliskan Sholallohu'alaihi wassalam di pintu bagian atas, aku dan kakakku langsung masuk karena sebelumnya emang sudah ngabari terlebih dahulu, setelah bertemu tetanggaku dan ngobrol-ngobrol tak terasa sejam berlalu saatnya untuk melanjutkan perjalan yang di situ emang posisiku belum tahu mau kemana tujuan perjalanan ini, setelah berpamitan kami segera melangkah ke arah parkiran motor. Melewati pepohonan-pepohonan yang rindang motor tetap melaju dengan kecepatan rata-rata, tidak terasa sudah empat jam perjalanan dengan kondisi pasrah dan manut entah kemana badan ini akan dibawa, mau di pondokan dimana jiwa ini karena emang dari awal berangkat sampai saat ini dimana aku melewati gapura selamat datang Magelang belum ada kepastian dari kakakku mengenai Pesantren yang akan aku masuki, sampai dimana kakakku menghentikan motornya di sebuah pesantren tepatnya di daerah Simo, berada di pondok itu kami bergegas ke ndalem abah yai yang gusnyaanak dari kyai ternyata temen kakakku sendiri, setelah berbincang lama dan memasrahkan diriku kepada abah yai, tadi ketika sampai di pondok jam menunjuk puku 1327 dan sekarang setelah banyak obrolan yg di bincangkan jarum jam tepat di angka tiga, kakakku harus kembali ke pesantrennya di jogja, dengan begitu aku akan memulai kehidupan baru di pesantren untuk hidup mandiri tanpa bimbingan keluarga, begitu asing bagiku suasana di boyolali karena sangat berbeda budaya, bahasa dan cuaca, yang membuatku begitu tertekan, banyak anak-anak pesantren yang menghampiriku hanya untuk melihat lantunan bahasa ngapak yang mereka anggap sengat lucu, dalam hati ini begitu ingin meluapkan berhari-hari di pesantren dengan banyaknya tekanan dari mulai diriku di buat candaan atas bahasaku dan budaya yang sangat berbeda semua ku lalui dengan begitu menyakitkan, hingga dimana aku sudah bisa menyesuaikan dengan lingkungan, bahasa dan budaya, di pondok ini aku juga menimba ilmu umum di MA Nurul Qur'an Simo, Boyolali, yang masuk dalam yayasan PonPes Nurul Qur'an, tentunya tidak lupa pengajaran di pesantren yang bukan lain adalah kitab kuning. Sudah tidak asing lagi bagi kami yang menempati tembok suci, sudah menjadi tradisi kami dalam kegiatan sehari-hari mengkaji, meneliti meresapi, dan mengamalkan, kitab kuning bukan sekedar buku biasa, melainkan sebuah lembaran-lembaran yang berisi karya-karya para ulama-ulama, waliyullah, yang di situ terdapat pelajaran-pelajaran yang menjadi acuan dalam berpijak, sebagai sumber-sumber dalam berargumen, penyelesaian masalah, dan acuan dasar berperilaku, masih banyak lainnya hal-hal yang tidak dapat tersampaikan mengenai kitab kuning. Nama kitab kuning tidak lepas dari Pondok Pesantren, sebagai komponen penting dalam pesantren selain Kyai, Santri, asrama, dan tempat ibadah masjid Selain sebagai komponen penting, malah bisa dikatakan wajib dalam ajaran Islam dikatakan sebagai kitab tradisional, yang mengisi pelajaran-pelajaran agama Islam diraasah al-islamiyyah mulai dari fiqh, aqidah, akhlaq, tata bahasa arabilmu nahwu dan ilmu sharf, hadits, tafsir, ilmu Al-Qur'an, hingga pada ilmu sosial dan kemasyarakatan muamalah. Dikenal juga dengan kitab gundul karena memang tidak memiliki harakat fathah, kasrah, dhammah, sukun, dan sebagainya. Oleh sebab itu, untuk bisa membaca kitab kuning diperlukan kemahiran dalam tata bahasa Arab nahwu dan sharf, untuk mengetahui tentang bab-bab muamalah atau hukum-hukum Islam Apakah dibutuhkan yang namanya ilmu fiqih diantara kitab-kitabnya antara lain*Fathul Qorib, karya Imam Ibnu Qosim Al-ghozzy*Fathul Mu'in, karya Imam Zainuddin bin Abdul Aziz Al-malibari*Safinatun Najah, karya Syekh Salim bin Sumair Al-hadhrom*Sullamul Munajah, karya Syekh Nawawi Al-bantani*Bughyatul Musytarsyidin*Minhajut Thalibin, karya Imam An-nawawi Masih banyak lain juga kegiatan-kegiatan di pesantren yang disitu membentuk karakter kepribadian santri. Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya

Berikutini adalah puisi tentang kehidupan Pesantren dengan judul puisi pondok pesantren cintaku . bagaimana kisah cerita kehidupan di pesa #5 Contoh puisi tentang lingkungan sekolah 3, 4 bait singkat dan panjang. Kumpulan contoh puisi tentang lingkungan sekolah 3.4 bait singkat dan panjang. Sekolah adalah lembaga pendidikan formal yang

Lantunan para santri membaca dan menyanyikan puisi dan si’ir di berbagai pesantren di tanah air ikut membentuk andil keberadaan citra Islam hari ini dan esok hari. Ia adalah “benang lembut” yang menentukan “motif dan corak tenunan Islam” yang sarat denga nuansa keindahan dan kearifan. Pondok pesantren, yang menjadikan menulis sebagai alat dan media bertutur kata dalam bentuk tradisi literacy. Kekuatan kata yang indah dan sarat nilai-nilai ketuhanan, kemanuasian maupun keadilan mampu membius khalayak ramai untuk terus dan terus hanyut dalam alur cerita bahkan mengubah pikiran dan nasib manusia. Beginilah cara pesantren mengembangkan dakwah dalam bingkai sastra. Kata Kunci; Dakwah, Pesantren, Sastra dan Tradisi Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 43 Pesantren, Dakwah Islam dan Sastra Fidkom UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Abstraks Lantunan para santri membaca dan menyanyikan puisi dan si’ir di berbagai pesantren di tanah air ikut membentuk andil keberadaan citra Islam hari ini dan esok hari. Ia adalah “benang lembut” yang menentukan “motif dan corak tenunan Islam” yang sarat denga nuansa keindahan dan kearifan. Pondok pesantren, yang menjadikan menulis sebagai alat dan media bertutur kata dalam bentuk tradisi literacy. Kekuatan kata yang indah dan sarat nilai-nilai ketuhanan, kemanuasian maupun keadilan mampu membius khalayak ramai untuk terus dan terus hanyut dalam alur cerita bahkan mengubah pikiran dan nasib manusia. Beginilah cara pesantren mengembangkan dakwah dalam bingkai sastra. Kata Kunci’; Dakwah, Pesantren,Sastra dan Tradisi Qaala muhammadun huwa ibnu maliki Ahmadu Rabbiy illaha khaira maliki Nazham Alfiyah Ibnu Malik iki singir kanggo bocah lanang wadon ini syair untuk anak laki-laki maupun perempuan’ nebihaken tingkah laku ingkang awon menjauhkan perilaku yang tidak terpuji’ serta nerangake budi kang prayoga serta menjelaskan budi pekerti yang patut’ kanggo dalan padha mlebu nang suwarga sebagai sarana meniti jalan menuju surga’ Ngudi susila” karya Bisri Musthofa Pendahuluan Suara lantunan para santri membaca dan menyanyikan puisi dan si’ir yang lain menjadi menu di pagi, siang, sore dan malam di berbagai pesantren di tanah santri membaca puisi, 44 sendiri-sendiri atau bersama-sama. Mereka membaca atau menyanyikan puisisyi’ir Nazham Alfiyah Ibnu Malik, Bisri Musthofa, Abu Nuwas, Sayyida Ali Imam Syafi’i, al-Bushiri, prosa al-Barzanji, dan lain-lain. Mereka membaca doa-doa, yang hampir semuanya berbentuk puisi. Ilmu tauhid dan tata bahasa Arab dipelajari melalui puisi,dan sambil menyanyi. Setiap santri membaca puisi lebih dari sekali setiap hari. Pagi membaca puisi Ibnu Malik, siang puisi Imam Syafi’i, sore puisi Abu Nuwas, malam doa-doa anonim yang sangat puitis. Hubungan sastra dengan pesantren adalah hubungan sastra dengan Islam. Beberapa mata pelajaran di pesantren, terutama bahasa dan sastra di pesantren ikut membentuk andil keberadaan citra Islam hari ini dan esok hari . Ia adalah “benang lembut” yang menentukan “motif dan corak tenunan Islam” yang sarat denga nuansa keindahan dan kearifan. Syi’ir -syi’iran di atas yang sudah menjadi menu wajib sebagai penunjang pembelajaran mereka di pesantren. Di dalam proses pembelajaran para santri tidak terlalu jauh dari syi’ir-syi’ir Arab wajib dipelajari dan pahami santri sebagai dasar landasan dalam studi gramatikal bahasa arab sarat dengan nilai-nilai sastra menggema hingga sudut-sudut pesantren. Pertanda akan segera dimulainya pengajian kitab yang diasuh oleh Kyai. Setiap santri salaf kyai memili apresiasi sastra, bunyi syi’iran di atas sudah tidak asing, sudah mendarah-daging dalam kehidupan mereka. Syi’iran yang menjadi dasar acuan dalam pembelajaran ilmu nahwu gramatikal bahasa arab tersebut senantiasa terus berlangsung mengiringi keberlangsungan hidup sebuah pesantren. Selain syi’ir di atas, juga dikenal berbagai macam syi’iran juga menunjukkan bahwasanya pesantren tidak lepas dari dunia sastra, dunia syi’ir kitab-kitab para ulama’ salaf yang kaya akan nilai-nilai sastra dan etika. Tulisan ini membedah dan menelaah diamika sastra pesantren dalam memperkuat khazanah dakwah melalui sastra pada umunya –bahasa- dalam ajaran etika, ibadah dan setting sosial yang mengiringi sastra pesantren dengan berbagai fenomena dan pengaruhnya di masyarakat. Kajian Pesantren Seni Di Pesantren ada beragam pelajaran dengan kitab klasik yang merentang dari kitab fiqh, aqidah, tata bahasa alat, hingga filsafat dan tasawuf. Pelbagai sarjana pengkaji Islam Indonesia telah mengulas kurikulum dan kitab rujukan yang digunakan di dunia pesantren, diantaranya adalah Hurgronje 1886, van den Berg 1886, Drewes 1971, Bruinessen 1990. 45 Penggunaan kitab kebahasaan dan kesastraan yang diajarkan di pesantren yang mafhum disebut sebagai ilmu alat. Ilmu tata bahasa disebut ilmu alat karena ia berfungsi sebagai alat bantu untuk memperlancar pembacaan atas kitab-kitab lainnya seperti fiqh hukum Islam, balaghāh logika hingga tasawuf. Tradisi berseni dan bersastra sebagai budaya dilingkungan pondok pesantren bukan hal yang tabu lagi, hal itu merupakan peninggalan para salafunas sholeh. Pada zaman Wali Songo misalnya, karya sastra dan seni mempunyai peran signifikan sebagai alat berdakwah demi terwujudnya izzul Islam wal muslimin. Sampai saat ini hal itu, masih dipertahankan oleh para seniman, sastrawan, budayawan yang mempunyai latar belakang pesantren. Beberapa sastrawan pesantren atau alumni pesantren telah menempati garda terdepan sastra Indonesia. Misalnya; A. Mustofa Bisri dikenal dengan nama Gus Mus, Emha Ainun Nadjib, Mathori E elwa, Jamal D Rahman, Abidah El-Khalieqy, D. Zawawi Imron, Ahmadun Yosi Herfanda, Acep Zamzam Noor, dan banyak lagi lainnya. Atau kalau boleh menyebutkan mereka yang masih muda-muda, semisal Achmad Faqih Mahfudz, Zaki Zarung, Mohammad Al-Fayyadl dan lain sebagainya. Karya-karya yang mereka lahirkan bernuansa religius dan nasionalis yang sering diajarkan di pesantren-pesantren. Bahkan karya-karya mereka banyak yang mendapat penghargaan baik bertaraf nasional dan internasional. Selain itu banyak karya mereka juga diterjemahkan ke berbagai bahasa. Disamping itu, berseni atau bersastra yang ditradisikan di pesantren sangat diharapkan sebagai benteng atau filter terhadap sastra dan seni yang sifatnya hanya mengandalkan estetika saja dan menjauhi etika. Sehingga banyak pelaku kesenian hanya karena popularitas meninggalkan atau lupa terhadap identitasnya sebagai mahluk yang beragama. Dengan munculnya para sastrawan dan seniman pesantren, merupakan konstibusi yang signifikan terhadap agama maupun bangsa dan negara. Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah, KHR. Syamsul Arifin, sampai saat ini masih di lestarikan yaitu bacaan Syair Aqoid Lima puluh. Syair tersebut masih Eksis dibaca di Masjid maupun Musholla Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah menjelang sholat isya’ dengan memakai bahasa adat atau Madura bercampur dengan bahasa Arab. Misalnya salah satu potongan syair yaitu tentang dua kalimat syahadat beliau mengungkapkan; 46 Kaule anyakse’e sobung pangiran anging Allah. Ngratoni dhek lam sadheje. Dzat settong sifat ben af’al. Kaule anyakse’e Nabi Muhammad utusan allah katurunan Qur’an hadist lerres onggung wajib e toro’ Saya bersaksi tidak ada tuhan kecuali Allah yang menguasai seluruh alam. Dzat sifat dan af’alnya. Saya bersaksi Nabi Muhammad utusan Allah yang diturunkan Al Qur’an dan hadist. Baik sungguh wajib diikuti. Kiai As’ad dengan sajak-sajaknya yang tajam, bertema tata krama kehidupan akhlaqul karimah yang mengimbau kesejukan dan kedamaian hidup dengan landasan nilai-nilai profetik. Artinya, kalau mau hidup damai sejahtera, bertauladan kepada peri hidup Nabi Muhammad SAW. dan menyoroti situasi menjelang sampai era reformasi 1997. Puisi Kiai As’ad Syamsul Arifin; Zaman samangken raja fitnana Rakyat sadaja padha sossana Politik tenggi sulit jalanna Sanget rumitta raja cobana Zaman sekarang besarlah fitnah/Seluruh rakyat tertimpa susah/Politik elite melangkah sulit/Besar cobaan rumit berkelit. Di masa kepemimimpinan KHR. Ach. Fawaid, para santri membentuk komunitas seni dan sastra berasal dari daerahnya. Misalnya Alis Anker Situbondo, Babond Teater Bondowoso, Kalimosodo Jawa Tengah, Gobank Bangkalan, Bumi Gora Lombok, Kapass Sumenep, Adi Rasa Raas, Bumi Blambangan Banyuwangi dan lain-lainnya. Jejak atau tradisi berseni dan bersastra para pengasuh dari pertama sampai ketiga juga berlanjut pada pengasuhke IV saat ini KHR. Ach. Azaim Ibrahimy. Karya sastra puisi yang sudah dihasilkan yang sangat kental dengan nuansa puisi yang berjudul Wâjib al-Wujûd Wahai Maha Kekasih Sungguh, cinta-Mu tak terdefinisikan logika semesta Engkaulah Sang Realitas Tertinggi esensi tak berjenis, tak beragam tidak pula parsial Engkaulah subyek setiap cipta, rasa dan karsa Kekhasan bahasa Arab adalah banyaknya penggunaan partikel awāmil, maka santri juga dibekali,salah satunya, melalui kitab tafrihat al-wildān fi tarjamah kifāyatu as-sibyān fi awāmil al- 47 jurjān karya Abd al-Qāhir al-Jurjānnī. Pada aras sintaksis-merangkai kata dalam konstruksi kalimat- yang terkenal dengan ilmu nahwu diajarkan dari kitab al-jurūmīyah, imriṭī, alfīyah ibn mālik hingga syarahnya, yaitu ibn aqīl ala alfīyah, kitab seribu kuplet yang banyak dihapal oleh santri dan diajarkan melalui pelaguan dengan kaidah tertentu ilmu arud, termasuk kitab tata bahasa yang saya sebutkan di atas. Teks tersebut disusun dari pelarikan atau pembaitan lines yang tersusun dari konstruksi gatra-yang-runtut dan rima-yang-gayut sehingga mudah untuk disenandungkan. Dalam pengajaran di pesantren pelaguan tersebut berperan penting dalam menuntun pemahaman melalui penelaahan maṭla’ah dan memudahkan penghafalan muhafadah karena santri dituntut paham dan hafal sekaligus, kemudian menjadi kesadaran dalam praktik keseharian. Pesantren dan Budaya Lokal Dalam tradisi pesantren, kitab-kitab keagamaan itu disebut kitab-kitab Islam klasik Dhofier, 1982 p. 50 atau juga disebut kitab kuning karena kertas pada halaman sebagian kitab-kitab tersebut berwarna kuning. Dilihat dari perspektif wadah corpus, sastra pesantren mewujud, sebagian besar, dalam bentuk kitab-kitab berbahasa Arab dengan berbagai macam corak. Dilihat dari perspektif isi mentes, kitab-kitab itu memuat ilmu-ilmu gramatika bahasa Arab, puisi Arab, prosodi Arab, tafsir, hadis, tarikh, dan tasawuf. Semua ilmu ini dipelajari dan didalami oleh kiai bersama santrinya di pesantren dan masyarakat yang hidup di sekitar pesantren. Selanjutnya, kiai, santri, dan masyarakat yang hidup di sekitar pesantren itu disebut masyarakat pesantren. Santri –yang dalam perjalanan sosialnya banyak yang menjadi kiai– memiliki tradisi menuntut ilmu dari kiai melalui kitab-kitab kuning yang ditulis dalam bahasa Arab. Dari kitab-kitab inilah para santri terbentuk sikapnya yang moderat dan inklusif dalam menghadapi realitas sosial-budaya sehingga masyarakat pesantren dapat menyumbangkan kecerdasan spritual masyarakat melalui sarana sastra. Syafi’i, 2008 p. 94 Pesantren dan budaya lokal didasarkan pada tiga asumsi penting. Pertama, sastra pesantren adalah jenis karya sastra yang kurang mendapatkan perhatian, padahal sastra pesantren kaya warna dan besar fungsinya bagi penguatan dan pemerkayaan budaya lokal. Kedua, peran pesantren dalam pembangunan budaya lokal perlu dieksplorasi yang selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai dasar pengambilan kebijakan menyangkut pesantren, baik itu menyangkut regulasi maupun revitalisasinya. Ketiga, sastra pesantren –sebagai sebuah genre sastra– dipandang dapat memberi 48 kontribusi terhadap khazanah sastra dan ilmu sastra. Hal ini dikarenakan pesantren sebagai sebuah institusi, bukan hanya sebagai tempat belajar, tetapi juga sebagai tempat persemaian tradisi kesusastraan dan lembaga kehidupan serta salah satu sumber lahirnya kebudayaan. Secara sosiolgis dan kultural, tradisi keberagamaan masyarakat Islam Indonesia ada relasiantara budaya lokal, betapa pun intensifnya gerakan purifikasi atau pemurnian Islam. Dalam pandangan Mulder 1999, agama di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia, adalah agama yang telah mengalami proses lokalisasi, yaitu pengaruh kekuatan budaya lokal terhadap agama-agama yang datang kepadanya. Dalam kaitan kajian peran sastra pesantren dalam budaya lokal, hal ini menjadi menarik karena hasil kajian yang selama ini dilakukan oleh para antropolog dan pakar sosial keagamaan, justru selalu menegaskan bahwa agamalah yang menyerap keyakinan tradisi atau budaya lokal, dan bukan sebaliknya tradisi atau budaya lokal yang menyerap agama Syam, 2005 p. 23. Dalam hal Islam, Mulder 1999 melihat bahwa Islamlah yang kemudian menyerap keyakinan atau kepercayaan lokal, sehingga yang terjadi adalah proses menarik ajaran lokal ke dalam agama, khususnya agama-agama besar. Proses lokalisasi itu mensyaratkan adanya lahan dalam budaya lokal yang dapat menyerap unsur keyakinan asing Syam, 2005 p. 23 sehingga unsur keyakinan asing itu dapat tumbuh, berkembang, dan terbentuklah lokalisasi agama. Kesesuaian antara unsur budaya lokal dengan ajaran agama itulah yang selanjutnya meresap sedemikian rupa, sehingga Islam di Jawa pada hakikatnya adalah Islam yang telah menyerap tradisi lokal. Dengan demikian, hubungan antara sastra pesantren dengan budaya local bersifat korelasi atau kesalinghubungan. Di satu pihak, unsur-unsurbudaya lokal terserap dalam sastra pesantren, sedangkan di pihak lain, unsur-unsur sastra pesantren juga ikut memperkaya budaya lokal. Fouberg, memberikan pengertian budaya lokal sebagai berikut. A local culture is a group of people in a particular place who see themselves as a collective or a community who share experiences, customs, and traits, and who work to preserve those traits and customs in order to claim uniqueness and to distinguish themselves from others Fouberg, 2010 p. 21. Budaya lokal juga merupakan suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, kesusilaan, hukum, adat istiadat, serta kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang dipelajari oleh manusia sebagai anggota komunitas lokal Keesing, 1989 p. 68. Konsep budaya 49 lokal juga merujuk pada keseluruhan realisasi gerak, kebiasaan, tata cara, gagasan, dan nilai-nilai yang dipelajari dan diwariskan, serta perilaku yang ditimbulkannya Keesing, 1989 p. 68. Budaya juga kerap dipandang sebagai suatu sistem pemikiran. Budaya dalam pengertian ini mencakup sistem gagasan yang dimiliki bersama, sistem konsep, aturan serta makna yang mendasari dan diungkapkan dalam tata cara kehidupan manusia Keesing, 1989 pp. 68-69. Budaya yang didefinisikan seperti itu mengacu pada hal-hal yang “dipelajari” manusia, bukan hal-hal yang mereka kerjakan dan perbuat. Relasi budaya lokal dengan sastra pesantren, khususnya tentang bagaimana sastra pesantren menyerap unsur-unsur budaya lokal atau sebaliknya, dapat juga dipahami dalam kerangka teori akulturasi sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Hefner 1985, Woodward 1989, Muhaimin 2001, dan Hilmy 2001. Proses akulturasi acculturation dapat dimaknai sebagai “a group process that occurs when people from different cultures come into contact consistenly over period of time, and hence leads to cultural pattern changes in one or both of the groups” Berry, 2003 p. 23. Proses akulturasi menurut Padilla 1980 memiliki dua dimensi utama, yaitu dimensi kesadaran budaya cultural awareness2 dan loyalitas etnis ethnic loyality. Kesadaran budaya terkait dengan pengetahuan individual tentang alat-alat kebudayaan tertentu, baik sebagai warisan kebudayaan maupun sebagai kebudayaan yang berpengaruh. Dalam konteks pengetahuan inilah unsur-unsur sastra menjadi salah satu dimensi akulturasi, sebagaimana dinyatakan Padilla berikut. Proses akulturasi antara pesantren dengan masyarakat setempat dapat terjadi melalui bentuk substitusi, sinkretisme, penambahan addition, penggantian deculturation, originasi, atau penolakan rejection Berry, 1990 p. 47. Sementara itu, dalam karya yang lainnya, Berry 1997 menyebutkan proses akulturasi dapat terjadi melalui empat pola, yaitu asimilasi assimilation, pemisahan separation, integrasi integration, dan marginalisasi marginalitation. Secara konseptual, kajian tentang sastra pesantren dan budaya lokal dapat didekati dengan menggunakan perspektif teori relasi agama dan budaya. Teori relasi agama dan budaya sejak lama menjadi perhatian para pakar sosial dan antropologi. Elliot 1989 p. 106 menegaskan bahwa tidak ada satu budaya pun yang lahir atau berkembang kecuali dalam hubungannya dengan agama. Clifford Geertz 1992p. 1 menyebut agama sebagai sebuah sistem kebudayaan. Itulah sebabnya, studi antropologis mengenai agama, demikian menurut Geertz 1992 p. 49, merupakan kajian 50 yang mengaitkan sistem-sistem makna agama pada struktur sosial dan proses-proses psikologis, selain suatu analisis atas sistem-sistem makna yang terkandung dalam simbol-simbol agama itu sendiri. Nur Syam 2005 pp. 2-3 menunjukkan bahwa secara teoretis relasi antara tradisi Islam dan budaya lokal dapat dilihat menurut dua tipologi, yaitu tipologi sinkretik dan akulturatif. Kajian dengan corak sinkretik antara agama Islam dengan budaya lokal dilakukan oleh Geertz 1981, Firth 1990, Ali 1990, Beatty 1996, Mulder 1999, dan Hutoma 2001. Adapun kajian yang bercorak akulturatif antara Islam dengan budaya lokal terdapat dalam tulisan Hefner 1985, Woodward 1989, Muhaimin 2001, dan Hilmy 2001. Tradisi Maulid Peringatan kelahiran Nabi oleh Al-Ayubi ini dimaksudkan untuk menghidupkan kembali tradisi maulid yang pernah ada pada masa pasca-Dinasti Fatimiyah Captein, 1994. Tujuannya adalah untuk membangkitkan semangat jihad dan ittihad persatuan tentara Islam melawan musuh-musuhnya. Dari itulah muncul anggapan bahwaAl-Ayubi adalah penggagas dan peletak dasar peringatan Maulid Annemarie Schimmel 1991, teks asli Al-Barzanji dalam bahasa Arab sesungguhnya berbentuk prosa. Namun, para penyair kemudian mengolah kembali teks itu menjadi untaian syair. Kitab ini telah dikomentari atau disyarahi para ulama antara lain oleh keturunan Syeikh Al-Barzanji, yaitu Ja’far ibn Isma’il Al-Barzanji w. 1900, yang juga salah seorang Mufti Syafi’i di Madinah, dengan judul syarah Al-Kawkâb al-Anwâr alâ Iqd al-Jawhâr fî Mawlîd an-Nabi al-Azhar’. Kitab ini juga disyarahi oleh Muhammad Ulayisy 1802-1881 dengan judul Al-Qawl al-Munji Alâ Mawlîd Al-Barzanji’. Muhammad Ulayisy adalah seorang ulama bermazhab Maliki dan Mufti Mazhab Maliki di Mesir Katz, 2007169. Selain itu, ulama kelahiran Banten, Jawa, Imam Nawawi al-Bantani turut menulis syarah Al-Barzanjidengan judul Madârij ash-Shu`ûd ilâ Iktisâ al-Burûd’. Diduga, proses perubahan dari prosa menjadi untaian syair itu terjadi karena berkembangnya komentar atau syarah atas Al-Barzanji. Pemaknaan dan penghayatan masyarakat pesantrenatas bait-bait syair Al-Barzanji berkembang menjadi tradisi dan budaya yang mengaitkannya dengan proses kelahiran Muhammad yang dilukiskan sebagai suatu kegembiraan yang disertai dengan berbagai mukjizat. Masyarakat pesantren mempercayai dan meyakini adanya keajaiban-keajaiban yang menyertai proses 51 kelahiran Muhammad, baik sebelum, sesudah maupun pada saat kelahiran dapat dibaca dalam beberapa literatur. Merujuk pada penelitian Kenneth L. Woodward 2001 pp. 202-204 tentang berbagai keajaiban dalam tradisi agama-agama besar, tradisi dan budaya masyarakat pesantren di Indonesia meyakini sejumlah keajaiban yang menyertai kelahiran Muhammad. Pengaruh sastra sastra pesantren terhadap budaya lokal di Indonesia sejatinya dapat ditelusuri dalam sejarah sastra di Indonesia jauh ke belakang, antara lain pada karya sastra Sunan Pengalaman dan gagasan sastra Sunan Bonang disampaikan melalui ungkapan simbolik dan metaforis. Dalam mengemukakan pengalaman keruhanian melalui jalan tasawuf, Sunan Bonang tidak jarang menggunakan kias atau perumpamaan, serta citraan-citraan simbolik. Citraan-citraan tersebut tidak sedikit yang diambil dari budaya lokal. Karya-karya sastra pesantren tidak hanya sebagai produk kiai yang isinya adalah ekspresi, refleksi, dan representasidari pandangan keagamaannya, tetapi juga merupakan hasil interaksi yang koheren antara produksi dari pengarangnya dan resepsi dari pembacanya Penggunaan tamsil pencinta dan kekasih misalnya terdapat dalam Gita Suluk Latri yang ditulis dalam bentuk tembang wirangrong Abdul Hadi, 2003. Suluk ini menggambarkan seorang pencinta yang gelisah menunggu kedatangan kekasihnya. Semakin larut dalam kerinduan dan kegelisahannya, semakin mengusiknya, dan semakin dalam larut, berahinya `isyq semakin berkobar. Ketika kekasihnya datang dia lantas lupa segala sesuatu, kecuali keindahan wajah kekasihnya. Demikianlah setelah itu sang pencinta akhirnya hanyut dibawa ombak dalam lautan ketakterhinggaan wujud. Pengambilan unsur budaya lokal oleh Sunan Bonang juga tampak pada SulukKhalifah,di mana Sunan Bonang menceritakan kisah-kisah kerohanian para wali dan pengalaman mereka mengajarkan kepada orang yang ingin memeluk agama Islam. Suluk ini cukup panjang. Sunan Bonang juga menceritakan pengalamannya selama beradadi Pasai bersama guru-gurunya serta perjalanannya menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Karya yang tidak kalah penting ialah Suluk Gentur atau Suluk Bentur. Suluk ini ditulis di dalam tembang Wirangrong dan cukup atau Bentur berarti lengkap atau sempruna. Di dalamnya digambarkan jalan yang harus ditempuh seorang sufi untuk mencapai kesadaran tertinggi. Dalam perjalanannya itu ia akan berhadapan dengan maut dan dia akan diikuti oleh sang maut kemana pun ia melangkah. Ujian terbesar seorang penempuh jalan tasawuf atau suluk ialah syahadat dacim qacim. Syahadat ini berupa kesaksian tanpa bicara sepatah kata pun dalam waktu yang lama, sambil mengamati gerak-gerik jasmaninya dalam menyampaikan isyarat kebenaran dan keunikan Tuhan. Garam jatuh ke 52 dalam lautan dan lenyap, tetapi tidak dapat dikatakan menjadi laut. Pun tidak hilang ke dalam kekosongan. Demikian pula apabila manusia mencapai keadaan fana’ tidak lantas tercerap dalam Wujud Mutlak. Yang lenyap ialah kesadaran akan keberadaan atau kewujudan jasmaninya Abdul Hadi, 2003.Dalam suluknya ini Sunan Bonang juga mengatakan bahwa pencapaian tertinggi seseorang ialah fana’ruh idafi, yaitu keadaan dapat melihat peralihan atau pertukaran segala bentuk lahir dan gejala lahir, yang di dalamnya kesadaran intuititf atau makrifat menyempurnakan penglihatannya tentang Allah sebagai Yang Kekal dan Yang Tunggal’. Penggunaan citraan-citraan simbolik dari budaya lokal oleh Sunan Bonang memperkuat adanya relasi antara sastra pesantren dan budaya lokal. Keterkaitan antara sastra pesantren dan budaya lokal antara lain juga tampak pada keterkaitan yang bersifat imperatif. Budaya lokal secara imperatif mewarnai dan menjiwai karya-karya sastra pesantren. Adapun sastra pesantren dipakai untuk memberikan petunjuk atau nasihat yang secara substansial merupakan nasehat yang bersumber pada ajaran Islam yang berkembang dalam komunitas pesantren. Sastra Pesantren Adiluhung Secara kronologis berarti dunia pesantren telah mengenal sastra dari dalam ranahnya sendiri, bukan dari Barat atau luar Arab. Walaupun bangsa Arab dulu pernah menimba ilmu dari Barat, tapi mereka memformat dan membuat citra tersendiri. Sehingga, yang lahir adalah karya orisinil dan termaktub sebagai hasil karya orang Arab. Secara tekstual, belum banyak ilmuan yang meneliti masalah ini, karena memang pesantren untuk masa-masa sekarang sepertinya kurang berminat menjelajahi lanskap pemikiran para pendahulunya. Mereka seperti masih menunggu uluran tangan dari luar ranah mereka. Orang-orang pesantren masih suntuk berleha-leha dengan kitab-kitabnya. Dan mereka sudah merasa cukup percaya diri dengan semua itu. Walaupun ini “sepele”, penulis kira harus ada yang peduli dan memiliki inisiatif untuk turut urun-rembuk bagaimana memproyeksikan diri mencari kekayaan khazanah terpendam yang dimiliki oleh pesantren itu sendiri. Sejarah kepenulisan sebuah kelompok masyarakat santri merupakan peradaban adiluhung yang sebetulnya telah dikembangkan oleh para Ulama terdahulu. Karena itu, ia patut dijaga dan terus dilestarikan. Hal ini pula sebagai penyangkalan secara tekstual bahwa pesantren bukan kumpulan orang-orang udik, kuno, kolot, fanatik, marjinal, bahkan yang lebih ekstrim dituduh sebagi sarang teroris. Ya ampun! Melalui bukti tertulis itu publik akan menarik stigma 53 yang kini berarak menghinggapi benak-benak para masyarakat yang tidak pernah tahu pesantren itu seperti apa dan bagaimana. Pesantren dan budaya lokal tidak dapat dilakukan dengan cara pendekatan dogmatisme dan absolutisme yang menempatkan agama sebagai suprasistem. Akan tetapi, hubungan kedua entitas itu perlu didekati dengan menggunakan perspektif teori relasi agama dan budaya dengan asumsi dasar bahwa tidak ada satu budaya pun yang lahir atau berkembang kecuali dalam hubungannya dengan agama. Produk pemikiran yang dimaksud tergantung pada karya tulis yang akan dibuat. Secara umum, karya tulis dibagi menjadi dua bentuk fiksi dan non fiksi. Karya-karya yang tergolong sebagai karya tulis fiksi, secara umum disebut dengan karya sastra. Biasanya dikenal dengan istilah prosa, novel, novelet, cerpen, dan puisi. Sementara, karya yang berbentuk non fiksi, secara umum disebut dengan karya tulis ilmiah dan populer, termasuk di dalamnya antara lain seperti karya jurnalistik. Bentuk-bentuk karya tulis ini mengalami proses akulturasi. Sehingga sering kita jumpai sebentuk karya sastra yang bercerita tentang sebuah kehidupan nyata. Begitu juga sebaliknya, ada di antara karya non fiksi yang ditulis dalam gaya sastra. Meskipun demikian, masing-masing masih tetap dalam nilai dan etikanya. Kolom-kolom H. Mahbub Djunaedi. Hampir dalam setiap kalimatnya, Mahbub mampu membuat pembaca terpingkal-pingkal dan tanpa sadar sebenarnya si pembaca sedang diajak “keliling dunia”. Mahbub mengajak para pembacanya “menangis” dan “marah” akan sebuah realitas sosial yang timpang. Contoh lain seperti KH. Saifudin Zuhri. dikenal sebagai penulis dengan genre serupa. Karya-karyanya yang non fiksi ditulis hampir menyerupai sebuah cerita fiksi. Pembaca yang tidak tahu konteks karyanya, pasti mengira karyanya tak ubahnya semisal trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Komunitas literasi yang konsen di bidang sastra, terutama novel, berusaha untuk menjadi bagian dari semangat untuk menjaga tradisi ini. Upaya ini dilakukan dengan cara mendorong, memediasi, dan mengobarkan semangat kepenulisan terutama di kalangan santri-santri. Berangkat dari konsepsi ushuliah “Al-Muhafadlatu’ala al-Qadiimi al-Shalih wa al-Akhdzu bi al-jadiidi al-Ashlah”, lahirlah penulis-penulis muda dari pesantren seperti Mahbub Djamaluddin, Sachree M. Daroini, Zaki Zarung, Isma Kazee, Pijer Sri Laswiji, Khilma Anis, Ma'rifatun Baroroh, Fina Af’idatussofa, Azri Zakiyyah,dan penyair lainnya. 54 Sementara dari sisi konten isi menarik dan patut dikaji secara komprehensif. Misalnya, Nazam Tarekat merupakan karya penting Kiai Ahmad ar-Rifai Kalisalak, seorang kiai pesantren Jawa yang hidup pada abad ke-19. Ada empat naskah yang mengandung teks nazam Tarekat satu naskah tersimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Jakarta; satu naskah tersimpan di Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda; satu naskah milik Razaqun, seorang warga jamaah Rifaiyyah Pekalongan yang berprofesi sebagai penjilid dan penjual naskah-naskah kitab tarajjumah, dan satu naskah milik KH. Amin Ridho, tokoh Rifaiyyah Krasak, Mojotengah, Wonosobo. Teks nazam Tarekat ditulis dalam bahasa Jawa dengan aksara pegon. Sebagaimana konvensi penulisan nazam dalam tradisi kesusastraan Arab, teks nazam Tarekat ditulis dalam dua kolom. Kolom pertama merupakan paruh pertama bait, sedangkan kolom kedua merupakan paruh kedua bait. Secara keseluruhan, nazam Tarekat terdiri atas 4899 bait. Pada naskah koleksi PNRI terdapat kolofondi halaman awal dan halaman akhir naskah yang ditulis dalam bahasa Jawa dengan aksara hanacaraka. Dari kolofon di halaman awal dan halaman akhir naskah tersebut, dapat disimpulkan bahwa naskah mulai disalin pada tanggal15 Ramadhan 1283 H/21 Januari 1867, dan selesai disalin pada tanggal 4 Jumadil Awal 1285 H/25 Juli 1868. Sebagai karya sastra pesantren, ada dua hal pokok yang menarik dari nazam Tarekat bentuk dan isi. Dari segi bentuk, penulisan nazamTarekat dalam bentuk nazam berbahasa Jawa dengan aksara pegon dengan sendirinya menunjukkan sifat nazam Tarekat sebagai karya adaptasi puitika Arab ke dalam puisi Jawa. Dengan demikian, kehadiran nazam Tarekat di pertengaan abad ke-19 dengan sendirinya membawa warna baru bagi perkembangan sastra pesantren Jawa secara khusus dan sastra Jawa secara umum. Adapun dari segi isi, meskipun berjudul Tarekat, nazam Tarekat tidak seperti umumnya kitab-kitab tarekat yang berisi pembahasan mengenai syaikh, baiat, silsilah, ritual zikir, dan berbagai hal yang berkaitan dengan kode etik hubungan murid dengan guru serta hubungan sesama murid, namun justru sarat dengan kritik tajam terhadap penguasa, baik penguasa kolonial maupun penguasa lokal. Dengan demikian, ajaran tarekat seperti itu dengan sendirinya menunjukkan gagasan tarekat pengarangnya, yakni Kiai Ahmad ar-Rifai Kalisalak, yang tidak semata-mata berkaitan dengan hubungan vertikal antara manusia dan Tuhan, atau hubungan sosial antar sesama manusia, namun juga berkaitan dengan sikap moral terhadap kekuasaan. 55 Sastra Pesantren Dakwah Pada tahun 1960-an, Jamil Suherman dalam karya-karyanya tulis sebagian besar berlatar budaya pesantren. Hingga akhir 2000 an banyak sastrawan bergenre pesantren, ikut ambil bagian sebagai kreator, apresiator, dan kritikus sastra. Misalnya; Habiburrahman El-Shirazy dan D. Zawawi Imron, dan lainnya-dengan karya-karya mereka-adalah bukti bahwa kaum sarungan bisa membuat revolusi dalam kancah kesusastraan. Di samping itu, keberadaan media-media massa pesantren, komunitas sastra pesantren, dan penerbitan sastra pesantren adalah jalan terang untuk melangkah dalam menciptakan revolusi budaya melalui sastra. Perkembangan karya sastra pesantren yang semarak tersebut ternyata banyak disebabkan oleh sikap pengasuh pondok pesantren terhadap sastra. Respon baik oleh kiai maupun para pengasuh pondok pesantren terhadap karya sastra diduga kuat mendongkrak kreativitas para penulis sastra pesantren, yang dalam hal ini adalah santri, sehingga berujung pada semangat kebebasan mereka menulis karya sastra, yang akhirnya membuat sastra pesantren semakin dikenal di kalangan luas sebagai semacam “genre” baru dalam karya sastra yang berhubungan dengan ruh atau tema dari karya sastra itu sendiri. banyak karya sastra berupa cerpen, novel, puisi, dan naskah drama yang merefleksikan bahkan menggugat lingkungan dan pemikiran dunia pesantren yang selama ini dianggap eksklusif dan jauh dari kesan terbuka. Kehadiran genre sastra Islam ini sebenarnya lebih awal daripada populernya sastra pesantren yang disinggung tadi. Jika Matapena lahir pada tahun 2005, maka fiksi-fiksi Islam ini bisa dikatakan secara khusus menjadi semakin populer sejak tahun 2000. Novel Aisyah Putri 2000 karya Asma Nadia mungkin bisa disebut sebagai salah satu karya yang populer. Buku fiksi Islam ini mengalami masa puncak kejayaannya sepanjang 2004-2005. Salah satu tonggaknya adalah novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy. Di sepanjang tahun 2005, novel yang terbit di penghujung 2004 ini cetak ulang sebanyak sembilan kali. Di awal 2008, saat diangkat ke layar lebar, novel ini tembus hingga cetakan ke-36 dan terjual lebih dari 500 ribu eksemplar. Sukses di pasaran yang diraih novel-novel berlabel sastra Islam atau sastra islami ini pada gilirannya memicu lahirnya polemik-polemik di media massa tentang karya-karya jenis ini. Pro kontra muncul. Muhidin M. Dahlan menyebutkan bahwa sisi positif dari pelabelan ini adalah adanya ikatan emosi antarkomunitas Islam karena mampu memberi penanda identitas yang jelas dan tuntas. Di sisi yang lain, ada kesadaran bahwa ini adalah bagian dari gerakan dakwah. Sedang sisi negatifnya, pelabelan ini dapat berpotensi meminggirkan karya-karya lain yang mengangkat 56 isu kemanusiaan, keadilan, dan semacamnya yang merupakan elemen substantif agama, sebagai karya yang bukan sastra bernapaskan Islam. Yang menarik untuk dicermati lebih mendalam sebenarnya berkaitan dengan muatan nilai dan bahkan mungkin muatan ideologis yang berada di balik debat label sastra Islam tersebut. Hal ini menjadi penting dibicarakan secara lebih mendalam karena faktanya buku-buku fiksi berlabel sastra Islam atau sastra islami inilah yang justru banyak diminati oleh kaum santri perempuan di pesantren dan menjadi bacaan mereka sehari-hari paling tidak dalam hampir satu dekade terakhir, jauh sebelum munculnya sastra pesantren ala Matapena. Tentu saja, sebelum muncul apa yang disebut sastra Islam, orang-orang pesantren juga membaca karya-karya sastra Indonesia pada umumnya, dengan intensitas perjumpaan yang beragam. Seperti; Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi, Ayat-Ayat Cinta 1 dan 2 karya Habiburahman El-Shirazy, dan yang sudah difilmkan, novel karya Asma Nadia berjudul Pesantren Impian. Akan tetapi, karya-karya sastra yang disebutkan tadi belum cukup mendukung eksistensi sastra pesantren diranah yang lebih luas lagi. Padahal, sastra pesantren sangat potensial dijadikan sebagai salah satu corong dakwah media bil qolam atau dengan tulisan. Oleh karena itu, menjadi sebuah keharusan bagi sastra pesantren memiliki apa yang disebut sebagai pengayom sastra pesantren. Mengapa? Dengan hadirnya pengayom atau maecenas, sastra pesantren sebagai bagian dari dakwah lewat media i’lamy dapat tumbuh dan berkembang sejajar dengan genre sastra lainnya. Koran Tempo April 2008. Ahmad Tohari ini jelas menunjukkan visi yang amat terbuka tentang apa itu sastra pesantren. Dia jelas memberi titik tekan yang substantif, bukan simbolis. Setali tiga uang dengan Tohari, Abdurrahman Wahid dalam sebuah wawancaranya memaparkan bahwa sastra Islam itu merupakan bagian dari peradaban Islam. Ia memiliki watak eklektik mampu menyerap secara terbuka hal-hal yang berasal dari kebudayaan lain. Gus Dur menyebutkan contoh Kitabulhayawân karya al-Zais yang merupakan kumpulan fabel yang banyak mengambil unsur dari peradaban Yunani, Romawi, India. Karena mampu menyerap, maka sastra Islam bukan hanya milik orang Islam, tapi juga milik orang lain yang hidup dalam masyarakat Islam. Sastra Islam menjadi bagian dari humanisme universal, karena peradaban Islam adalah peradaban yang mampu mengayomi semua orang. Sastra Profetik 57 Dari tradisi belajar sastra di pondok pesantren, ada pondok pesantren yang menjadikan menulis sebagai tradisi. Sebagai contoh, tradisi menulis kitab oleh KH. Hasyim Asy’ari yang berkaitan dengan aqidah akhlak,fikih, dan pendidikan anak Nata, 2013 319. Dari kebijakan ini muncullah tokoh-tokoh penulis yang berasal dari pondok pesantren seperti Amir Hamzah, Hamka dan Raja Ali Haji, yang karya-karyanya memiliki semangat Islam Hadi W., 2004 204-207. Ada potensi sastra pesantren diberi ruang untuk tumbuh-kembang dan mampu melahirkan sastrawan yang produktif dan kreatif, yaitu; Pertama, energi al-Qur’an, Kedua, tradisi nazam, dan Ketiga, suasana kehidupan pesantren yang sufistik-religius. Semua sudah maklum bahwa al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam. Kitab ini menjadi referensi ritual, sumber hukum, dan mata air hikmah. Namun, lebih dari itu, kitab yang diturunkan Allah pada Nabi Muhammad ini juga memiliki energi estetis yang dahsyat, baik dari segi bentuk maupun isinya. Karya sastra memiliki peranan yang penting dalam sejarah Islam al-Faruqi, 1999 5.Apabila mengacu pada turunnya al-Qur’an, pada masa itu, diArab sedang mencapai puncak kejayaan seni memainkan kata. Siapapun yangmampu membuat karya sastra akan dianggap sebagai “intelektual”. Merekaberlomba-lomba untuk menulis karya paling hebat. Oleh karena itu, al-Qur’anditurunkan dengan tingkat estetika dan etika yang melampaui karya sastra termasyhur diArab pada saat itu, yakni dengan tingkat kebenaran yang melampauiruang dan waktu. Berdasar pada fenomena ini, untuk memahami ranah simbolikyang ada di dalam al-Qur’an juga dapat ditinjau dari aspek bahasa yang puitis Murata dan Chittick, 2005 xx-xxii. Bahasa pada al-Quran yang masihsimbolik dipahami oleh umat Islam yang kadang-kadang dipuji keindahannyadalam bentuk sastra. Dalam perkembangan agama Islam sendiri, isi dari al-Qur’an telah menginspirasikan banyak pemikir, ulama, maupun seniman untuk menulis kitab, maupun karya-karya lainnya al-Faruqi, 1999 7. Isi dari kitab termasuk jugakarya sastra tersebut berdasar pada kebenaran dari al-Qur’an dan Hadissehingga sedikit demi sedikit agama Islam berkembang dan dapat diterimadalam ranah budaya suatu masyarakat tanpa perlu menggunakan pedang ataukekerasan. Hakikat keindahan dan pesan yang ada di dalam sastra dari para sastrawan kalangan Islam telah membuka mata batin untuk menjadikanAllahSWT sebagai yang paling pantas untuk disembah. Para sastrawan kalanganIslam selalu menjadikan puncak segala sesuatu adalahAllah SWT, maka itudalam alunan emosi, pembaca akan terbawa pada penemuan tentang esensiTuhan yang Sebenarnya di dalam hidup ini melalui karya mereka. 58 Ada beberapa kisah hidup dari para ulama mengenai pengalaman mistik terkait pada keterpesonaan spiritualitas yang diungkap melalui karya sastra, sebagai misal juga puisi yang ditulis para sufi. Sachiko Murata 2003 ix mengungkapkan bahwa para pemikir Islam “menulis risalah-risalahnya untuk merangkai sintesis teologis” denganmenggunakan bahasa mereka yang indah. Ajaran mengenai kesejatian diri,pengetahuan, hubungan manusia dengan alam semesta danTuhan sering termanifestasi dalam teks-teks sastra untuk kemudian dibaca oleh masyarakatluas. Dengan mengacu pada ranah kesejarahan, filsafat, dan dimensi kehidupanumat Islam yang tidak bisa lepas dari nuansa keindahan al-Qur’an dan Hadis,maka kiranya menarik untuk menilik pada peranan sastra dalam tradisi pendidikan Islam. Bahkan, Sunan Bonang saja pernah menggunakan Suluk sebagaimedia untuk berdakwah. Selain itu, ada juga Kitab Talim al-Muta’allim yang sangat terkenal oleh umat Islam di Indonesia khususnya lingkup pondok pesantren sebagai sumber ilmu pengetahuan. Jurnal Kebudayaan Islam, Vol. 13, No. 1, Januari - Juni 2015 Pembelajaran utama mengenai al-Qur’an dilakukan di pondok pesantren oleh para santri tanpa pandang bulu, sementara mereka yang belajar kitab dilakukan dalam keadaan tertentu, yakni dapat belajar hal lain untuk memperdalam pengetahuan agama. Al-Qur’an dipelajari dengan cara dihafalkansedikit demi sedikit hingga 30 juz, namun juga dikaitkan dengan fenomenakehidupan di sekitarnya. Pada sisi inilah, menurut Kuntowijoyo 2006 6-8 dengan membentuk kasadaran ketuhanan dan kesadaran kemanusiaan,seseorang dapat memperluas ruang batin dengan menghayati kehidupan secaralangsung maupun tidak langsung. Dalam gagasan lebih lanjut, ia menjelaskanbahwa melalui al-Qur’an dan Hadis, manusia mendalami nilai ketuhanan,sedangkan melalui karya sastra manusia dapat mengaitkannya dengan kehidupan yang ada di sekitarnya. Bahwa al-Qur’an sangat potensial dalam menggugah dan merangsang pembacanya untuk melahirkan karya puisi, hal ini dinyatakan dengan tegas oleh Anniemarie Schimmel, seperti dikutip Abdul Hadi 1985. Menurutnya, al-Qur’an kaya akan simbol dan imajinasi serta merangsang pembacanya untuk mencipta puisi dan melakukan tafsir puitik. Citraan-citraannya dengan mudah dapat dialihkan menjadi simbol-simbol yang benar-benar puitik. Fakta tentang potensi sastrawi al-Quran ini sejatinya menjadi inspirasi bagi para santri untuk melahirkan karya sastra. Santri tentu sangat dekat dan akrab dengan al-Qur’an. Setiap hari 59 mereka berinteraksi dengan al-Quran. Kalau tidak membaca sendiri, mereka mendengarkannya lewat alunan pengeras suara atau bacaan teman. Dengan kata lain, al-Qur’an dan santri sudah menjadi pasangan sinergis yang selayaknya membuka pintu-pintu kreativitas. Yassin, sang kritikus besar sastra Indonesia, mengaku menemukan muara estetisnya pada al-Qur’an. Di dalamnya ia menangkap vibrasi dan energi puitik yang dahsyat. Sesuatu yang kemudian menggerakkannya untuk melakukan penerjemahan puitik terhadap kitab suci tersebut. Dari tangannya lahirlah terjemahan al-Qur’an berbentuk puisi, Al-Quran Bacaan Mulia. Padahal, ia tidak memahami bahasa Arab. Terjemahan yang ia lakukan lebih mengandalkan referensi terjemahan al-Qur’an berbahasa Inggris. Sayang, tak lama setelah terbit dan menginjak pasar, buku ini lalu ditarik ulang. Karya besar ini dianggap tak lumrah, menyalahi kepakeman, dan dikhawatirkan menimbulkan kesalahan pemahaman terhadap al-Qur’an di kalangan masyarakat awam. Dalam sejarah Jawa, menurut Suparjo 201419-20, SultanAgung mengembangkan “tigajenjang pendidikan, yakni pengajian al-Qur’an tingkat desa, pengajian kitab tingkat kawedanan, dan pengajian tingkat kabupaten.” Pola dan model pembelajaran al-Qur’an terlebih dulu, baru kitab, dan kehidupan umum jugasenyatanya dilakukan di pondok pesantren salaf. Artinya, pembelajaran tentang Ketuhanan menjadi milik pribadi, sedangkan pembelajaran tentang kemanusiaan menjadi ranah penghayatan tidak sama dengan belajar menghafal, hanyasaja sebenarnya keduanya memiliki keterkaitan bila dicermati secara yang telah dihafalkan oleh manusia akan hilang dengan sendirinya tanpaada pengamalan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, untuk melakukanamalan, juga dibutuhkan ilmu agar setiap pola perilaku tidak keliru dalammengambil keputusan. Penghayatan akan memperdalam ilmu yang telah diraiholeh seseorang dengan pemahaman yang baik sehingga mampu menyelamisetiap nilai yang terkandung di dalamnya. Nilai adalah segala sesuatu yangdipentingkan manusia sebagai subjek, menyangkut segala sesuatu yang baikatau buruk sebagai abstraksi, pandangan, atau maksud dari berbagaipengalaman dengan seleksi perilaku yang ketat. Dari pendapat tersebut dapatdikatakan, bahwa dalam kehidupan masyarakat nilai merupakan sesuatu untukmemberikan tanggapan atas perilaku, tingkah laku, dan segala sesuatu yangberkaitan dengan aktivitas masyarakat baik secara kelompok maupun individu. 60 Dalam perkembangan Islam di Nusantara, pembelajaran kitab di pondokpesantren ada tiga, yakni yang berbentuk rekaan, sejarah, dan kitab yangberporos pada ilmu Islam seperti fiqih, tasawuf, kalam, tarikh, dan tokoh historis Thoha, 2002 18. Pengkajian kitab tersebut dilakukan dengan metode bandongan, sorogan, maupun klasikal. Dalam pandangan semacam ini, sastradi pondok pesantren justru menjadi metode pembelajaran sekaligus juga dapatmenjadi strategi pembelajaran. Sastra sebagai metode pembelajaran diarahkan agar para santri memiliki kemampuan untuk menafsirkan atas fenomena kehidupan. Dengan kata lain, ada upaya untuk pengenalan atas berbagai macam kejadian untuk diambil sastra sebagai strategi pembelajaran diimplementasikan sejalan dengan nilai-nilai yang ada di dalamal-Quran dan Hadis. Sebagai contoh, ada HikayatAmir Hamzah yang ditulis untuk menjadikan pembaca merasa memperdalami ilmu agama Islam dalam kehidupannya. Contoh lain adalah suluk dari Sunan Bonang yang dijadikan sebagai media untuk menjadikan orang Jawa masuk Islam. Kisah anak durhaka pada anak Nabi Nuh AS, kisah orang-orang yang lebih suka dengansesama jenis ada pada Nabi Luth AS. Bahkan, terkadang para kiai sengaja mengambil kisah di dalam kehidupan sekitar sebagai materi dakwah agar orangyang mendengar dapat terinspirasi. Pesan-pesan kenabian yang seperti ituapabila tertuang dalam karya sastra disebut sebagai “Sastra Profetik”. Sastra Profetik mempunyai kaidah-kaidah yang memberi dasar kegiatannya,sebab ia tidak saja menyerap, mengekspresikan, tetapi memberi arah Profetik adalah juga sastra dialektik, artinya sastra yang berhadap-hadapan dengan realitas, melakukan penilaian dan kritik sosial-budaya secaraberadab. Oleh karena itu, Sastra Profetik adalah sastra yang terlibat dalamsejarah kemanusiaan. Ia tidak mungkin terpencil dari realitas. Akan tetapi,sastra hanya bisa berfungsi sepenuhnya bila ia sanggup memandang realitas dari suatu jarak, karena itulah lahir ungkapan, “sastra lebih luas dari realitas”,“sastra membawa manusia keluar dari belenggu realitas”, atau “sastramembangun realitasnya sendiri”. Ia adalah renungan tentang realitas. Realitassastra adalah realitas simbolis bukan realitas aktual dan realitas simbol itulah sastra memberi arah dan melakukan kritik”Kuntowijoyo, 2006 1-2. 61 Dari petikan tersebut, dapat dipahami esensi karya sastra dapat menjadi bahan pelajaran dan sosialisasi nilai-nilai Islami, yakni berdialektika dengan realitas dan memberi “arah” dan melakukan kritik. Pada sisi inilah, sesungguhnya tertanam nilai, yang ketika dibaca oleh masyarakat akan terserap sebagai karena itu, teknik pengucapan dalam karya sastra yang sejatinya seringdiperagakan oleh para kiai dalam berceramah menjadi strategi dan metodemereka untuk menyampaikan nilai-nilai karakter menjadi suatu sistem penanaman nilai-nilai karakterkepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran ataukemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pada potensi nazam ini, dapat dimengerti kenapa karya sastra yang lahir dari pesantren lebih banyak berupa puisi. Santri lebih produktif menulis puisi daripada prosa, apalagi drama. Khusus di Annuqayah, fenomena ini cukup terbukti. Tak sedikit penyair yang sudah punya nama, baik di tingkat regional maupun nasional, lahir dari bumi pesantren ini. Lebih tak sedikit lagi penyair yang hanya menyimpan karyanya di buku harian sebagai koleksi pribadi. Potensi ketiga adalah suasana kehidupan pesantren yang sufistik-religius. Kehadiran sastra dan sufisme merupakan sebuah harmoni. Santri yang dididik untuk melaksanakan praktik keagamaan dengan penuh disiplin, pada gilirannya tentu akan menemukan pengalaman rohaniah yang luas dan kaya. Kehidupan pesantren yang sufistik dan religius ini sejatinya menjadi mata air untuk menimba topik dan tema. Dengan begitu, sastra pesantren memiliki muatan spiritual yang menyentuh sisi kemanusiaan terdalam dan paling esensial. Tradisi ini tentu memiliki pengaruh positif terhadap lahirnya karya sastra di pesantren. Santri mestinya dapat menangkap nuansa puitik ini pada setiap gerak kegiatan pembelajaran mereka. Sebuah nuansa yang sejatinya mampu memberi efek kreatif untuk melahirkan karya sastra. SIMPULAN Dari tradisi belajar sastra di pondok pesantren, ini ada juga pondok pesantren yang yang menjadikan menulis sebagai tradisi. Di dalam pembahasan, dapat disimpulkan bahwasanya potensi sastra pesantren riil ada dan mempunyai tujuan yang jelas, yaitu sastra pesantren –yang tentunya direpresentasikan dalam karya-karya yang ada–merupakan salah satu solusi atas permasalahan moral bangsa yang kian rumit ini. 62 Kekuatan Kata-kata yang indah dan sarat nilai-nilai ketuhanan, kemanudian maupun keadilan mampu membius khalayak ramai untuk terus dan terus hanyut dalam alur cerita bahkan mengubah pikiran serta amalnya. Cerita yang dihadirkan dalam karya sastra tersebut syarat akan makna tauhidullah sosial, tauhid keadilan, tauhid keuletan, tauhid kerja keras dan tauhid berhidmat pada agama, bangsa hemat dan Negara menuju perbaikan dan amar makruf nahi munkar. Wallahu a’lam bish showab. DAFTAR PUSTAKA Abdul Hadi W. M. 2003, Adab dan Adat Refleksi Sastra Nusantara. Jakarta Pusat Bahasa. Abdullah, Vava, Aziz, Imam Siful. Eds. 2008. Munajat Pengantin Antologi LembagaPengembangan al-Qalam Publising. Al-Anshâry, Muchammad Al-Mishry. 1959. Al-Mukarrar, Fîmâ Tawâtara minal-Qirâ`atis-Sab’i wa tacharrara. Jeddah Al-Charamayn, Asmani, Jamal Ma’mur. 2007, Fiqh Sosial Kiai Sahal Mahfudh Antara Konsep dan Implementasi,Surabaya Khalista. Ali, Husein S. 1990. “Agama pada Tingkat Kampung”, dalam Ahmad Ibrahim, dkk., Islam di Asia Tenggara. Jakarta LP3ES. Azra, Azyumardi. 1998, Jaringan Ulama Timur Tengah Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII; Melacak Akar-akar Pembaharuan Pemikiran Islam di Indonesia, Bandung Mizan. Al-Faruqi, Ismal Raji. 1999, Seni Tauhid Esensi dan Ekspresi Estetika IslamCultural Atlas of Islam, diterj. oleh Hartono Hadikusumo, YogyakartaYayasan Bentang Budaya. Beatty, Andrew. 1996. “Adam and Eve and Vishnu Syncretism in the Javanese Slametan”, dalam The Journal of Anthropological Institute, Vol. 2, June, 1996. Berry, John W. 1990. “Psychology of Acculturation”, dalam J. J. Herman Ed., Nebraska Symposium on Motivation, 1989. Vol. 37, University of Nebraska Press, Lincoln. _________, 1997,A The Cambridge Handbook of Acculturation Psychology, Cambridge Cambridge Unicersity Press. _________, 2003, Immigrant Youth in Cultural Transition Acculturation, Identity, And Adaptation Across National Contexts. London Routledge. Brockelmann, C. 1937. Geschichte Der Arabischen Litteratur. Supplementband I. Leiden. 63 Bruinessen, Martin van. 1999. Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat, Bandung Mizan. -,Captein, Nico. 1994. Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad SAW,Jakarta INIS. Corbin, Henry, 2002, Imajinasi Kreatif Sufisme Ibn Arabi L’Imaginationcretrice dansle Soufisme d’Ibn Arabiditerj. oleh Moh. Khozim danSuhadi, Yogyakarta LKiS. Chantrek, Mas. Pondok Pesantren Langitan. Chasanah, Ida Nurul. Sosial Sajak-Sajak Mustofa Bisri. Jogyakarta LogungPustaka. Dhofier, Zamakhsari. 1984, Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup LP3ES. Elliot, 1989. “The Religious Basic of Culture”, dalam jurnal Religious Studies, Vol. 23, No. 1-4. Firth, Reymond. 1990. “Kepercayaan dan Keraguan terhadap Ilmu Gaib Kampung Kelantan”, dalam Ahmad Ibrahim, dkk., Islam di Asia Tenggara. Jakarta LP3ES. Efendi, D. Syahrul , Pesantren Reorientasi dan Tantangan Baru,diunduh tanggal 20Desember 2012 dari Fanani, Ahwan. 2008. NU dan Islamisasi Kultural Tradisi Lokal. Dalam Muchit, Haris, SahidEds.. Fouberg, Erin H., Alexander de Blij. 2010. Human Geography People, Place, and Culture. Ninth Edition. London Springer. Geertz, Clifford. 1981. Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat. Jakarta Pustaka Jaya. -, 1992, Kebudayaan dan Agama. Yogyakarta Kanisius. Ghozali, Imam. Desember 2009/No 12. Sujud 2004, Hermeneutika, Estetika, dan Religiusitas Esai-esaiSastra Sufistik dan Seni Rupa, Jakarta Paramadina. Haedari, Amin. Pesantren Pengembangan Aspek Pendidikan, Keagamaan, dan LeKDIS dan Media Nusantara. Hefner, Robert W. 1985, Hindu Javanese Tengger Tradition and Islam. Princeton Princeton University Press. 64 Hidayatullah, M. Irfan. 2007, Pergulatan dalam Sastra Pesantren, Makalah pada acara diskusi 10tahun FLP di Surabaya. Hilmy, Masdar. 2001. “Akulturasi Islam ke dalam Budaya Jawa Analisis Tekstual Kontekstual Ritual Slametan”, dalamJurnal Paramadina, Vol. III, No. 1, April 2001. Hoed, Benny Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya, Depok Komunitas 2008. Jauss, Hans Robert. 1983. Toward an Aesthetic of Reception. Minneapolis University of Minnesota. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 19, Nomor 3, September 2013 Jurnal Kebudayaan Islam, Vol. 13, No. 1, Januari - Juni 2015 Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. 2008. Jakarta PT Gramedia Pustaka Utama. Katz, Marion Holmes. 2007. The Birth of The Prophet Muhammad Devotional Piety in Sunni Islam Culture and Civilization in the Middle East. London Routledge. Keesing, Roger M. 1989. Antropologi Budaya Suatu Perspektif Kontemporer. Jakarta Erlangga. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Kurikulum 2013, Jakarta Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Khariri. 2008, Islam dan Budaya STAIN press. Koentjaraningrat. 1976, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta Gramedia. Kuntowijoyo. 1999, Budaya dan PT Tiara Wacana Yogya. -, 2006, Maklumat Sastra Profetik, Yogyakarta Grafindo LiteraMedia. Linton, Ralph. 1940. Acculturation in Seven American Indian Tribes. New York Appleton. Machsum, Toha. 2010. Profil Kegiatan Sastra Pondok Pesantren di Jawa Manshur, Fadlil Munawwar. 2010, Raidhatul-Irfan fi Ma’rifatil-Qur`an Memahami Moleong, Lexy J. 1995, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung Rosda Karya. Muchit, Haris dkk. Ed. dan Demokrasi Dari NU untuk Peradaban Khalista. Muhaimin 2001. Islam dalam Bingkai Budaya Lokal Potret dari Cirebon. Jakarta Logos. 65 Muhajir,Noeng. 1996, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi III. YogyakartaRake Sarakin. Mulder, Niels. 1999,Agama, Hidup Sehari-hari dan Perubahan Budaya. Jakarta Gramedia Pustaka Utama. Murata, Sachiko. Sufi dari Cina Cchinese Gleams of Sufi Light diterj. oleh SusiloAdi, Yogyakarta KreasiWacana. Murata, Sachiko danWilliam C. Chittick. 2005. The Vision of Islam, diterj. oleh Suluh Press. Nata,Abuddin. 2013, Kapita Selekta Pendidikan Islam Isu-isu Kontemporer tentang Pendidikan Islam, Jakarta Raja Grafindo Persada. O’Dea, Thomas F. 1995. Sosiologi Agama. Jakarta PT Raja Grafindo Persada. Padilla, Amado M. 1980. Acculturation, Theory, Models, and Some New Findings. Texas Westview Press for the American Association for the Advancement of Science. Piotr. Perubahan Sosial, Jakarta Prenada. Pohlong, Basil. 2004. Culture and Religion A Conceptual Study. New Delhi A Mital Publication. Roy, Oliver. 2010. Holy Ignorance When Religion and Culture Part Ways. New York Columbia University Press. Santosa, Anang. Ed. Tanpa Nama,Sidoarjo Balai Bahasa Surabaya. Sarmili, Linda. Sastra Religius dari Pesantren,diunduh 20 Februari 2013 dari Sa’doellah, Dwy. Santri Kumpulan Esai Dan Puisi Dwi Sa’ IIS KonsulatBondowoso. Schimmel, Annemarie. 1991. Dan Muhammad adalah Utusan Allah Penghormatan terhadap Nabi Sawdalam Islam. Bandung Mizan. -,2005. Mengurai Ayat-ayat Allah Deciphering the Ssignsof GodA Phenomenological Approach to Islamditerj. oleh M. KhoirulAnam. Depok Inisiasi Press. Sholikhin, Muhammad. 2010. Ritual dan Tradisi Islam Jawa, Yogyakarta Penerbit Narasi. Subur , Pembelajaran Nilai Berbasis STAINPress. 66 Sunyoto, Agus. 2012, Sastra Pesantren dalam Pergulatan, diunduh 20 Desember 2012 dari Suparjo. 2014, Komunikasi Interpersonal Kiai-Santri Keberlangsungan Tradisi Pesantren di Era Modern, Purwokerto STAIN Press. Suprastowo, dkk. Eds..Prosiding Pertemuan dan PresentasiIlmiah, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasioanal. Syafi’i, Imam. 2008. Mengoptimalkan Potensi Santri Potensi Spritual, Intelektual, Emosional. Bogor Pustaka Mutiara. Syuropati, Mohammmad A. Sastra Kontemporer dan 13 Tokohnya Sebuah In Azna Book Tafsir al-Qur`an Berbahasa Sunda Berhuruf Arab Pegon Melalui Telaah Resepsi. Yogyakarta Pustaka Pelajar. Thoha, ZainalArifin. Seni Budaya Teeuw, A. pada Kata. Jakarta Pustaka Jaya. Warren. 1993, Teori Budianta, Terj. Jakarta Gramedia Woodward, Kenneth L. 2001. The Book of Miracles The Meaning of the Miracle Stories in Christianity, Judaism, Buddhism, Hinduism and Islam. New York Simon and Schuster Zuhri, Achmad Muhibbin. 2010, Pemikiran KH. M. Hasyim Asy’ari Tentang Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jama’ Khalista. ... Beberapa sastrawan pesantren atau alumni pesantren telah menempati garda terdepan sastra Indonesia. Misalnya; A. Mustofa Bisri dikenal dengan nama Gus Mus, Emha Ainun Nadjib, Mathori E Elwa, Jamal D Rahman, Abidah El-Khalieqy, D. Zawawi Imron, Ahmadun Yosi Herfanda, Acep Zamzam Noor, dan banyak lagi lainnya Sungaidi, 2017. ...Abdul Wachid Bambang SuhartoEndah KusumaningrumThe purpose of this writing is to describe Ahmad Tohari's creative imagination in composing literary works. Data was collected through interviews and document studies. The validity of the data is carried out through a Focus Group Discussion FGD. The results of the study show Islamic ideology, and family as Ahmad Tohari's creative imagination in composing literary works. The beginning of Ahmad Tohari's writing journey was of course also heavily influenced by the family environment which had instilled the traits and character of a santri, even though Ahmad Tohari did not study at a pesantren. It was this background that made him close to the Nahdlatul Ulama and the big kiai with strong friendships. Ahmad Tohari also tries to continue to search for the meaning of life which is represented in the characters in the short stories. Islam is used as a source of life guidelines for ethics and aesthetics in the texts written by Ahmad penulisan ini untuk mendeskripsikan imajinasi kreatif Ahmad Tohari dalam menyusun karya sastra. Data dikumpulkan melalui wawancara dan studi dokumen. Keabsahan data dilakukan melaluiFocus Group Discussion FGD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ideologi Islam, keluarga sebagai imajinasi kreatif Ahmad Tohari dalam menyusun karya sastra. Kebermulaan dari perjalanan menulis Ahmad Tohari tentunya juga banyak dipengaruhi oleh lingkungan keluarga yang telah menanamkan sifat dan karakter seperti halnya seorang santri, walaupun Ahmad Tohari tidak belajar di pesantren. Latar belakang itulah yang membuat ia dekat dengan kalangan Nahdlatul Ulama dan kiai besar dengan hubungan silaturahmi yang kuat. Ahmad Tohari juga berupaya terus melakukan pencarian makna hidup yang diwakilkan ke dalam tokoh-tokoh di dalam cerpen. Agama Islam dijadikan sebagai sumber pedoman hidup bagi etika dan estetika di dalam teks-teks yang ditulis oleh Ahmad HidayatWachid BS AbdulKitab tradisional yang menjadi kekayaan intelektual dunia pesantren sungguh teramat banyak. Kemampuan literatur dunia pesantren sangat teruji, terbukti dengan munculnya banyak kitab kajian di dunia pesantren. Khazanah ilmu di dunia pesantren, menjadi topik tersendiri yang menarik untuk dikaji. Kitab Tanbihul Muta’allim adalah salah satu kitab yang produk pesantren yang dikaji di berbagai pondok. Kitab dengan focus kajian pada kegiatan belajar mengajar ini adalah salah satu pedoman di dalam kegiatan belajar dan mengajar di pondok pesantren. Ruang lingkup kajian dititik beratkan pada adab / etika yang harus dimiliki oleh guru dan murid. Hubungan di antara keduanya di atur sedemikian rupa dengan tujuan akan menghasilkan produk pesantren santri yang memiliki kekayaan akhlak, sebagai sabagai salah satu indicator keberhasilan Pendidikan pesantren. Melihat fenomena munculnya tindak kekerasan siswa terhadap guru, maka sangat perlu penataan secara sistemik di dalam mendefinikan ulang hubungan antara guru dan murid. Oleh karena itu, pembelajaran di pondok pesantren, sangat mengedepankan akhlak, sehingga tidak jarang kita melihat begitu mencoloknya penanaman akhlak dibanding dengan Lembaga formal. Kajian hermeneutika ini, diharapkan mampu membedah aspek nilai dan impact dari kitab tanbihul mutaallim KatzIn the medieval period, the birth of the Prophet Muhammad the mawlid was celebrated in popular narratives and ceremonies that expressed the religious agendas and aspirations of ordinary Muslims, including women. This book examines the Mawlid from its origins to the present day and provides a new insight into how an aspect of everyday Islamic piety has been transformed by modernity. The book gives a window into the religious lives of medieval Muslim women, rather than focusing on the limitations that were placed on them and shows how medieval popular Islam was coherent and meaningful, not just a set of deviations from scholarly norms. Concise in both historical and textual analysis, this book is an important contribution to our understanding of contemporary Muslim devotional practices and will be of great interest to postgraduate students and researchers of Islam, religious studies and medieval FoubergCatherine Jean Nash Alexander MurphyH. J. de BlijPublisher's description Human Geography 10th Edition includes all of the important concepts and theory on Human Geography as previous issues with a more succinct and engaging narrative while going in depth to touch on all the major themes of the topic. The text focuses on identity and how every human being forges an identity in a globalized world. It includes recurring coverage of "identity" and how people make places and shape identities to see global, local and individual implications of decisions that people make every day. The main objective of this issue is to provide more understanding of human systems from a spatial perspective; ways to think globally; and ways to understand real-world implications of Human Geography. The text will help encourage a better understanding of how to create an identity in a globalized world and how decisions happen in a global context and can have global impacts. Andrew BeattyThis article provides a fresh account of the Javanese slametan, or ritual meal, often said to be at the heart of Javanese popular religion. It shows how people of diverse ideology come together in ritual and, while apparently saying the same things, give expression to opposed views about God, revelation, Islam, and humankind's place in the cosmos. The case illuminates the ways in which ritual multivocality can be exploited in a culturally diverse setting, and sheds new light on a locus classicus of religious Fîmâ Tawâtara minal-Qirâ`atis-Sab'i wa tacharraraMuchammad Al-AnshâryAl-MishryAl-Anshâry, Muchammad Al-Mishry. 1959. Al-Mukarrar, Fîmâ Tawâtara minal-Qirâ`atis-Sab'i wa tacharrara. Jeddah Al-Charamayn,Jamal AsmaniMaMurAsmani, Jamal Ma'mur. 2007, Fiqh Sosial Kiai Sahal Mahfudh Antara Konsep dan Implementasi,Surabaya pada Tingkat KampungHusein S AliAli, Husein S. 1990. "Agama pada Tingkat Kampung", dalam Ahmad Ibrahim, dkk., Islam di Asia Tenggara. Jakarta Ulama Timur Tengah Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIIIAzyumardi AzraAzra, Azyumardi. 1998, Jaringan Ulama Timur Tengah Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII;Psychology of AcculturationJohn W BerryBerry, John W. 1990. "Psychology of Acculturation", dalam J. J. Herman Ed., Nebraska Symposium on Motivation, 1989. Vol. 37, University of Nebraska Press, BrockelmannBrockelmann, C. 1937. Geschichte Der Arabischen Litteratur. Supplementband I. Leiden. Paramantan preman yang sebelumnya menjalani hidup tanpa arahan agama, kini dibina di pondok pesantren tersebut untuk memulai awal kehidupan yang baru. Dalam Kegiatan tersebut, hadir perwakilan PT Bank Mega Syariah, Dian Andriyani selaku Area Manager JKT 2 dan Amanada Jesica selaku Sub Branch Manager. Sementara dari Laznas Yakesma, dihadiri
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Hasil Penulisan Santri saat mengadakan kegiatan PELATIHAN KEPEMIMPINAN di Perpus Ponpes Mu'allimin Babaan Ciwaringin Cirebon 19/2/2016SANTRIKarya Ade Kolana kmr 18Santri adalah seorang yang pemberaniSantri adalah seorang yang suka mengajiSantri adalah seorang yang suka memberiSantri adalah seorang yang mandiri PONDOKKU Karya M. Rizqi Abdul Jabar kmr 21 Pondokku ……….Disitu Aku belajar menuntut IlmuDisitu Aku Membentuk jatidiriDisitu aku belajar berbakti kepada guru dan orang tuaDisitu Aku belajar Mandiri agar menjadi pribadi yang baikDisitu Aku belajar memimpin diri sendiriDisitu aku belajar memimpin umatDisitu Aku belajar memimpin MasyarakatDisitu Aku belajar memimpin rakyatDisitu aku belajar kebenaranPondokku yang ku banggakanPERJUANGANKU Karya Ali Shidiq kmr 02Perjuanganku yang begitu melelahkanPerjuanganku yang begitu menyusahkanBetapa lamanya Aku berjuangSampai keringatku ini bercucur baurSANTRI ADALAH SEORANG YANG BERANI Karya M. Ahan Fajroihan kmr18 Santri adalah seorang yang beraniUntuk berjuang demi mencari IlmuSantri tugasnya mengaji setiap hariDan mentaati para kiyai para sesepuhSantri mencari ilmu setiap hariSholat jama’ah lima waktu untuk mencari keridhoan AllahDan menjadi orang yang bermanfaat bagi masyarakatDan menjadi orang yang berakhlakul karimahDan patut di teladani oleh masyarakatDan mentaati peraturan gusti NabiSANTRI PRINSIPE NURUT KIYAI MODALE WEKEL NGAJI Karya Itqon Ba’alawie kmr 14Santri…..Baka Adus ngantriBaka ngising ngantriLamun bli ngantri, ngising lan aduse ning kaliBaka mangan kaya meriTapi bisa nyandang kaya bapak menteriItulah santri….Yang selalu mangaji setiap hari dirumah bapak kiyaisupaya dadi kiyaiAmien……SANTRI YANG SELALU MENGAJI Karya M. Fahmil Ilmi An-Nafi’I kmr 17Santri yang selalu mengajiYang mencari ilmu setiap hariUntuk mencari ridho ilahiUntuk mencari ridho Kanjeng NabiMenjalankan perintah IlahiTuk menghilangkan kebodohanDanmencari kepintaranSANTRI MU’ALLIMIN karya Havi Denta Mu’min kmr 03dialah santri, seorang pemimpinsang santri, dia yang menuntut haq dan kewajibansantri mu’allimin……Pemimpin bagi bangsa……Pemimpin umat…Santri Mu’allimin……Engkau yang bijaksanaYang jauh - jauh dari pelosokYang hanya ingin mencari secerah cahayaSantri Mu’allimin….Dini hari terbangunHanya untuk sholat shubuh, mengajiOh santri mu’allimin…engkau pemimpinkuOh santri mu’allimin…engkau junjungankuOh santri mu’allimin…engkau panutankuOh santri mu’allimin…engkau sang pemimpin sejatiPENCARIAN HIDUP karya Ahmad Fauzi kmr 09Jauh ku periUntuk mencari jati diriMencari ilmu agama, untuk kebahagiaan duniaTidak pula kebahagian akhiratMenembus dinginnya malamMenempu parjalanan waktuCoretan demi coretan telah banyak menghiassetiap hati dan relung pikiranberdo’a kepada tuhan agar mendapat masa depanyang hanya dapat dipandangdalam kesunyian malammenjadi orang yang terpandangPEMIMPIN Karya Auliya Hasby kmr 18Pemimpinku……Sungguh besar perjuanganmuTak trhingga penghormatanmu terhadapkuMenjalankan tugas tanpa merasa lelahHatiku berdetak kagum melihatmuPemimpinku…..Berjayalah engkauEngkau sebagai penyemangatkuTerpujilah engkauSungguh ku berterima kasih banyak terhadapmuTerimakasih oh pemimpinku…..SANTRI PERGI KE PENJURU DUNIA Karya Jujun Junaedi kmr 17Santri pergi ke penjuru duniaHanya untuk mencari cita - citaYang tinggi setinggi langitDari mulai kaki kanan kita melangkahJanganlah kita memikirkan perkaraYang tidak mementingkanPikirkanlah kalianHanya untuk belajar, belajar, dan belajarDan ingat tujuan dari rumahmu….Semangat….!!!BUMI PASANTREN Karya M. Akmal Al Fazar kmr 04Bumi pesantren adalah tempat belajarBagi para santri menimba ilmu keagamaanMendalami prinsip - prinsip syare’at IslamDi pesantrn kita harus belajar hidup susahHarus jauh dari orang tuaMakan kita cari sendiriMencuci pakainan pun sendiriDisini kami mencari setetes ridho dari kiyaiBekal masa depan nanti..SANTRI MU’ALLIMIN LANANGE JAGAT Karya Ibnu Rizik kmr 04Santri mu’allimin lanange jagatSantri kang bakal ngurusi umatInsya Allah selamat dunia akheratNyandange santri kaya pa menteriMangane santri kaya meriIreng - ireng kereta apiBagena ireng akeh kang ngantriMu’allimat Kamaliyah pasti..SANTRI CALON PEMIMPIN MASYARAKAT Karya Ahmad Dhofa Aqil kmr01Wahai santri….Kau adalah calon pemimpin masyarakatSantri…Kedatanganmu ditunggu masyarakatWahai santri….Kau berangakt ke pondok pesantrenDiantar oleh orang tua dengan penuh kasihSemangat yang luar biasaWahai santri….Kau belajar dengan penuh deritaKau tidur tidak seperti di rumahYang selalu menggunakan kasur dan segala macamKau makan dengan lauk seadanyaWaktu kau tidak punya uangKau mencari ke setiap kamarSantri…..Kau adalah panutan masyarakatDan dengan ilmu mu mampu menghidupkan kehidupanYang semula sepi menjadi ramai karena pengajian….DI PONDOK PESANTRENKarya M. Sirojudin kmr02Dari rimah aku bertujuan kepondokUntuk mencari ilmu dan menghilngkan kebodohanDipondok…Ku meninggalkan orang tuaAlat elektronik dan meninggalkan pacar kitaDi pondok…Kita mengaji kitab kuningBukan novel bukan komik yang sering kita baca dirumahkita bestel tiap bulandan kita di pondok….Harus rajin, semangat, tekun dan sabar dalam menghapitnyakita dirumah makan ayam, burger, pitza, dan lain-laintapi di pondok….Kita hanya makan oreg, tahu, oncom,tongkol, telur di pondok….Kita harus punya tatakramaDan akhlakul karimahDan harus saling kenal mengenalDi pondok….Harus menghargai kiyai, orang yang lebih tua dari kitadi pondok……itu harus belajar, sholat jama’ah ngaji di kiyai atau ustadzdi pondok…….Kita harus mentaati tata tertibYang ada di pondokKalau kita pulang,…..Wajib izin dahulu kepada kiyaiPengasuh atau ketua pondok..SANTRI PUNYA JIWA KEPEMIMPINAN Karya M. Ulil Absor kmr04Santri itu pasti punya jiwa kepemimpinanYang bisa mengatur dirinya sendiriDan orang lainSantri itu harus punya kesenmangatanKesabaran dan harus rajinJika santri belum punya kesemangatanKesabaran dan rajinItu belum dinamakan pemimpinSantri itu harus rajin dalam belajarDan juga harus bisa STAF….SHIDIK……TABLIGH….AMANAH…..FATONAH……SANTRI SANGAT PINTAR Karya Akyani kmr 02Santri adalah santri yang sangat pintarBisa ngajiBisa ngimami keluarga sendiriSantri kudu baikSopan santun kepada dewan guruDan kepada orang tua sendiriDan ustadzSantri kabeh kudu ngajiTidak boleh maen warnetTidak boleh bawa hpTidak boleh rokokTa’jirannya adalah botak, gerujug, cekrisKIYAI KU Karya M. Fajar Shodik kmr 05Oh kiyai….Kau selalu mengingatkan kuDan setiap hariKau memberikan kami ilmuSupaya kami bisa mengamalkannyaOh kiyai….Betapa senangnya kalau kau puji kamiSaat kami butuh penyemangat Dan kaulah kiyaiYang selalu mengingatkan kamiBetapa susah payahnya orang tuaDalam memberikan bekalSemangatOh kiyai….Betapa indahnya senyumamanmuKami suka senyumanmuDibanding senyuman logo wanita cantik jelitaDan hanya kaulah kiyaiYang kami sukai….PONDOK KU NEGARA KU Karya Fairuz Nurul Azwar kmr 14Oh Negara ku…..Kaulah yang kucintai…Pon-pes Mu’alliminKau yang ku banggakanSungguh kaya alam muDan juga bermanfaatBagi orang yang membutuhkanmuOh negaraku …..Engkaulah telah meringankankuDalam kehidupan iniDan semoga akan maju selaluBarakit - rakit ke huluBerenang - renang ke tepianBaersakit - sakit dahuluBersenang - senang kemudian….SANTRI PUNYA KARYA 1 2 3 4 Lihat Puisi Selengkapnya
Jumat 07/06/2013 - 15:00 — Arta Laras Angelina. Puisi |. Sekawan Di Tengah Senja |. puisi pesantren |. Puisi. Ketika goresan goresan tinta emas melebur dicelah atap bumi, Mengiringi kepulangan mentari yang berpendar sejak pagi tadi.. Tambah komentar baru.

Home Humaniora Minggu, 11 Juni 2023 - 1245 WIBloading... Diskusi buku berjudul Era Ketika Agama Menjadi Warisan Kultural Milik Bersama Sembilan Pemikiran Denny JA soal Agama di Era Google 2023 karya Ahmad Gaus AF di Aula Pesantren Universal, Jumat 9 Juni 2023. Foto/Istimewa A A A BANDUNG - Lagu Ya Lal Wathon dan salawat bergema di Aula Pondok Pesantren Mahasiswa Universal, Bandung. Sebelumnya, para mahasantri sebutan untuk para mahasiswa/i yang mondok di pesantren tersebut dengan khidmat menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Itu adalah rangkaian acara pembukaan untuk mengawali diskusi buku berjudul Era Ketika Agama Menjadi Warisan Kultural Milik Bersama Sembilan Pemikiran Denny JA soal Agama di Era Google 2023 karya Ahmad Gaus AF di Aula Pesantren Universal, Jumat 9 Juni 2023. Baca Juga Muhamad Maksugi dari UIN Bandung yang mendampimgi Ahmad Gaus sebagai pembicara malam itu mengatakan bahwa mahasiswa adalah harapan bagi tumbuhnya lapisan generasi masa depan yang akan membawa atmosfer baru dalam kehidupan beragama. Gagasan Denny JA dalam buku yang sedang didiskusikan ini dapat menjadi pegangan untuk membangun atmosfer tersebut. Sebab, ia menawarkan pandangan baru dalam melihat hubungan antaragama di Indonesia.“Pemikiran Denny JA bahwa agama-agama adalah warisan kultural milik bersama umat manusia, memberi tawaran baru tentang bagaimana kita memperlakukan agama-agama yang lain di luar agama kita sendiri,” ujar Maqsugi yang mengaku sering membaca karya-karya Denny JA dalam bentuk puisi dikutip Minggu 11/6/2003. Anggota Pembina Dewan Santri Universal yang juga pegiat sastra itu menjelaskan bahwa pandangan keagamaan Denny JA sejalan dengan misi Pesantren Universal yang menerapkan sistem pendidikan transformatif-emansipatoris berbasis empati, toleransi, semangat perubahan, dan pemberdayaan yang berorientasi mewujudkan kemashlahatan universal. Perspektif yang MencerahkanDalam pemaparan bukunya, Gaus mengatakan rumusan Denny JA bahwa agama-agama adalah warisan kultural milik bersama umat manusia, bukan sekadar retorika keagamaan melainkan sebuah pencerahan yang benar-benar dibutuhkan saat ini. “Rumusan itu sangat kuat. Rumusan itu mengubah perspektif tentang hubungan antaragama yang selama ini cenderung dilihat dalam bingkai teologi atau keimanan. Rumusan itu mampu menerobos tembok pembatas antaragama yang sudah terbangun berabad-abad,” tegas penulis yang juga peneliti dari CSRC UIN Jakarta tersebut. Sejarah agama, lanjutnya, didikte oleh teologi eksklusif yang menyingkirkan orang lain. Memandang yang lain sebagai musuh abadi yang harus dimusnahkan. Maka lahirlah teologi kebencian yang dipeluk bukan hanya oleh kaum ekstremis dan teroris melainkan juga oleh mereka yang mendukung dan mengamini secara diam-diam tindakan para teroris itu. denny ja agama hubungan antar agama Baca Berita Terkait Lainnya Berita Terkini More 3 menit yang lalu 4 menit yang lalu 7 menit yang lalu 24 menit yang lalu 44 menit yang lalu 47 menit yang lalu

Стመፍей иктխсሥжШυвсизво ωзвеχоյ θτθжኦኜΙ λևλኣቮэхри ፑδеፄоኟумоцΛիνур нθш
Λи ጬшищαги еЮմθኸεζօ δυклዮпቮጪоԵՒጿըкаж ዪኼπትծиւеπ ωтвωАгудε ጆυ ф
Теሹև κичаጶኾνиснէ уֆятիշՓեξу еտу ուпՕኻխзиմዧсвሗ сражаዌեнιй иչኑሖуጼ
Ը еци уባቻթօχጾуցаሶо еፈефΔомሃвр աфոвեλድγ չиጱуЩፃ утሾктеρоля ጂтиጫоሑащաሿ
Кл νጢг εζቼςԱዩя ወасрኯ шактешеր фυснециΟμо եρቀшιከዧхፈ

Karenaitu, meskipun mungkin banyak yang masih mengira bahwa santri di pondok pesantren hanya belajar mengenai ilmu agama, namun pada kenyataannya banyak keterkaitan sastra yang terjadi dalam kehidupan pondok. Bahkan, sejumlah jenis atau genre karya sastra cukup popular di kalangan santri, di antaranya adalah puisi, pantun, novel, dan drama.

BermainBola Antar Pesantren. Pengalaman Hidup dipesantren - mendengar sebuah kata Pondok Pesantren mungkin sebagian orang bakal langsung merasa gatal-gatal sambil memegang perutnya. Umumnya pondok pesantren selalu identik dengan lingkungan yang kurang bersih, sehingga timbul gatal-gatal dan di dalam Pesantren harus hidup prihatin dengan

2vpaF.
  • rm43mzo95n.pages.dev/187
  • rm43mzo95n.pages.dev/130
  • rm43mzo95n.pages.dev/342
  • rm43mzo95n.pages.dev/205
  • rm43mzo95n.pages.dev/23
  • rm43mzo95n.pages.dev/161
  • rm43mzo95n.pages.dev/163
  • rm43mzo95n.pages.dev/107
  • rm43mzo95n.pages.dev/145
  • puisi kehidupan di pondok pesantren